Perang Dagang AS-China, Momentum Gaet Investasi Bagi Indonesia

JAKARTA–Indonesia masih perlu banyak berbenah untuk bisa menarik investor, terutama dari China yang sedang berupaya memindahkan basis produksi ke Asia Tenggara karena perang dagang dengan Amerika Serikat.

Mohammad Faisal, Direktur Penelitian Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, mengatakan secara umum, Asia Tenggara merupakan kawasan yang menarik bagi para investor di China yang harus keluar dari negara tersebut akibat perang dagang dengan Negara Paman Sam. Pasalnya, dengan perang dagang ini bea masuk produk China ke AS naik dari 10% menjadi 25%.

Kenaikan tersebut dirasa signifikan bagi perusahaan yang mengekspor produknya ke AS karena dapat menggerus laba. Walaupun demikian, negara yang menjadi sasaran utama di Asia Tenggara adalah Vietnam karena memiliki rezim yang sama dengan China dalam hal investasi serta memiliki hubungan dagang dengan AS.

“Indonesia juga kebagian, walaupun dibandingkan Vietnam lebih kecil. Ini dampak secara umum dari perusahaan manufaktur di China yang harus keluar karena perang dagang,” ujarnya Selasa (11/12/2018).

Menurutnya, ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah untuk dapat menarik lebih banyak investasi di tengah kondisi perang dagang, antara lain BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) sebagai koordinator utama harus memiliki tim pemasaran yang baik. Selain itu, koordinasi antar kementerian dan lembaga harus kuat.

“Begitu ada investor yang berminat, harus disambut. Lahan, insentif, dan training tenaga kerja dipersiapkan masing-masing kementerian terkait. Semua harus gerak cepat,” jelasnya.

Dari bidang perdagangan, Faisal menilai kerja sama dengan AS harus dibuat secara tepat sasaran, apa yang ingin dicapai dari kerja sama tersebut. Misalnya, pemerintah fokus untuk industri elektronik dengan tambahan industri tekstil dan alas kaki.

“Harus ada strategi dan perhitungan mana yang diperbolehkan, mana yang tidak, ini harus jelas,” katanya.

Selain itu, konsistensi kebijakan, stabilitas politik, dan perbaikan dari sisi logistik juga menjadi aspek pertimbangan para investor.

Terkait dengan insentif dari sisi fiskal, Faisal menilai pemerintah telah menyediakan tax holiday yang menarik, yang tertuang dalam PMK 150/2018 tentang Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan. Dalam beleid ini disebutkan bahwa pengurangan pajak penghasilan badan diberikan sebesar 100% untuk penanaman modal baru dengan nilai paling sedikit Rp500 miliar dan sebesar 50% untuk investasi baru dengan nilai paling sedikit Rp100 miliar.

Jangka waktu pengurangan pajak mulai dari 5 tahun hingga 20 tahun berdasarkan nilai investasi baru.

Adapun, saat ini salah satu perusahaan perakit IPhone asal Taiwan, Pegatron Corporation berkomitmen merelokasi sebagian produksinya dari China ke Batam. PT Sat Nusa Persada memperoleh kontrak penting dengan perusahaan tersebut.

Menurut catatan keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), perusahaan perakitan elektronik terbesar kedua di dunia ini memindahkan sebagian produksinya karena beberapa poduk yang dibuat di China akan dikenakan pajak tambahan apabila diekspor ke Amerika Serikat.

Realisasi kerjasama Pegatron dan PTSN akan direalisasikan paling lama bulan mendatang, dengan produksi penuh diharapkan pada pertengahan 2019. Pegatron lebih memilih bekerja sama dengan perusahaan lokal dan menyewa pabrik ketimbang membangun fasilitas baru untuk memastikan produksi bisa dilakukan sesegera mungkin.

Sumber: industri.bisnis.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only