Menanti Terobosan Perpajakan Masa Pilpres

Setiap hari opini berserakan di jagat maya tentang pemilihan presiden (pilpres) dengan berbagai komentar dari yang positif sampai yang negatif. Semua menggumpal menjadi sebuah berita yang setiap hari disuguhkan di ruang publik. Debat sengit di dunia nyata dan dunia maya kadang terjadi dan tak terelakkan dari kedua belah kubu pembela dua pasangan capres.

Pembahasan yang paling menarik dibahas adalah yang berkisar tentang bagaimana calon presiden dari kedua kubu ini jika terpilih kelak akan menjalankan roda pemerintahannya kedepan. Dengan tujuan mulia membawa Indonesia ke arah lebih baik, dari sisi ekonomi, pendidikan, kesehatan, keamanan dan sebagainya.

Berdasarkan pengamatan, visi perpajakan jarang disinggung oleh pihak capres dan juga diperbincangkan masyarakat. Padahal peren pajak sangat krusial dalam kaitannya dengan perekonomian dan pembiayaan negara.

Proses pengenaan pajak sarat akan unsur kebijakan publik yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Dalam teori perpajakan, pajak adalah cara untuk memindahkan sumber daya swasta ke sektor publik. Pajak merupakan alat fiskal yang sangat kuat untuk mencapai arah perekonomian, karena pajak sebagai modal bagi pembangunan dan menggerakkan roda anggaran negara.

Karena berkaitan dengan perekonomian, pemerintah merupakan pemegang kendali dalam membuat kebijakan perpajakan. Pendapatan negara kecil atau besar dari sektor pajak akan sangat terkair dengan situasi dan kondisi perekonomian.

Perekonomian yang baik akan memberikan kontribusi yang bagus dalam hal penerimaan pajak, kondisi sebaliknya jika perekonomian memburuk penerimaan pajak akan menjadi menurun. Penerimaan pajak tidaklah berdiri sendiri dipengaruhi beberapa instrumen seperti perusahaan, rumah tangga, penanaman modal dan lembaga keuangan, semuanya kait-mengait.

Namun dalam kaitannya dengan visi perpajakan para pasangan capres-cawapres sudah menggelontorkan di publik namun hanya garis besar saja belum terperinci. Kandidat presiden saat ini hendaknya menjelaskan secara terperinci tentang kebijakan pajak yang akan dijalankan dengan memasukkan beberapa kebijakan yang bisa sejalan dengan iklim perpajakan global yang tentunya mengedepankan kesetaraan hak.

Penyesuaian tarif PPh yang lebih kompetitif juga menjadi isu yang menarik untuk di cermati para kandidat. Misalnya dengan tarif progresif PPh Orang Pribadi dengan memperbaiki tax bracker (besaran lapisan penghasilan) dan menambah lapisan penghasilan baru agar kelas menengah dapat lebih merasakan prinsip keadilan.

Para capres juga dapat mengkaji Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) lebih diperluas komposisi perhitungan untuk gender, kaum difabel dan pekerjaan non produktif. Untuk wajib pajak badan (perusahaan) perlu diberikan perluasan terhadap biaya yang dapat diakui di peraturan pajaknya (deductible expense) dalam pembukuan seiring berkembangnya dunia bisnis di era globalisasi saat ini.

Pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk mengkaji cakupan perluasan barang kena pajak (BKP) dan jasa kena pajak (JKP) juga memberikan penyederhanaan pengecualian dan pembebasannya, atau jika ingin mereformasi PPN dengan cara mengganti sistem PPN dengan PPn (Pajak Penjualan) seperti Singapura dengan GST atau good abd service tax.

Semuanya yang dijabarkan diatas hanyalah contoh visi perpajakan yang perlu dipaparkan dengan tujuan agar pelaku bisnis dan publik dapat melihat dengan cermat bagaimana visi perpajakan para kandidat pemimpin negara ke depan. Sehingga ekonomi Indonesia menjadi lebih baik dari saat ini.

Ramah bisnis

Bagi masyarakat, umumnya ingin melihat dengan transparan sistem perpajakan apa yang akan diterapkan nantinya. Apakah dapat memberikan angin perubahan dalam bidang ekonomi kearah yang positif. Karena hilangnya efisiensi akibat pengenaan pajak akan berdampak penurunan kesejahteraan rakyat.

Saai ini kondisi perpajakan Indonesia memang sudah lebih baik jika dibandingkan dengan 10 tahun silam dari sisi kesadaran masyarakat menjadi wajib pajak. di 10 tahun yang lalu hanya ada dua juta wajib pajak, sedangkan saat ini sudah 33 juta wajib pajak. Dalam melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan (SPT) sepuluh tahun silam hanya 33%. Sedangkan saat ini jumlahnya meningkat menjadi 73%. Bukankah hal ini mencerminkan kesadaran pajak sudah tumbuh pada masyarakat.

Pemerintah saat ini pun telah melakukan banyak terobosan sehubungan dengan fasilitas perpajakan, belanja perpajakan (tax expenditure) dengan risiko kehilangan pemasukan negara dari sektor pajak senilai Rp 154,66 triliun di tahun 2017. Sedangkan di tahun 2016 pemerintah juga mengikhlaskan pajak sebesar Rp 142,59 triliun. Pemerintah membuat kebijakan fasilitas perpajakan ini untuk mendorong dunia usaha. Kedepannya pemerintah pasti akan membuat kebijakan perpajakan yang baru yang akan lebih menstimulus dunia bisnis.

Bahkan di tahun 2018 Direktur Jendral Pajak optimistis penerimaan pajak bisa mencapai 95% dari target sebesar Rp 1.424 triliun. Ini artinya, realisasi penerimaan pajak bakal lebih baik dari tahun lalu yang sebesar 91%.

Dalam sistem perpajakan yang dijalankan saat ini adalah sistem self assessment. Dalam sistem ini posisi waji pajak sangatlah penting karena wajib pajak di haruskan melaksanakan kewajiban secara mandiri. Perlu pengorbanan besar yang dibuat wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Maka perlu sistem perpajakan yang sederhana dan tidak berbelit.

Saat ini sistem online e-billing (penyetoran) dan e-filling (pelaporan) sangat membantu wajib pajak. Sehingga wajib pajak dapat memenuhi kewajiban perpajakan dengan cepat dan praktis.

Namun pemerintah perlu terus menyempurnakan sistem perpajakan yang sudah ada. Sebab, fenomena sistem perpajakan yang baik akan memberi kontribusi kepatuhan pajak.

Teori Connolly dan Munro mendukung fenomena tersebut. Menurut ekonom sektor publik dari Inggris itu, sistem perpajakan suatu negara harus memperhatikan tiga hal penting. Yaitu efisiensi, pemerataan, dan biaya administrasi. Ketiga aspek tersebut dapat digunakan untuk menentukan besarnya pajak yang akan dikenakan kepada individu dalam kegiatan ekonomi, sehingga bisa memberikan kontribusi positif.

Nyaris semua pemerintahan di muka bumi ini pasti menginginkan terjadinya kepatuhan pajak pada rakyat yang dipimpinnya. Jika masyarakat patuh, penerimaan pajak pun menguat.

Semua penerimaan ini akan dijadikan investasi pembangunan yang kemudian secara otomatis akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya akan bermuara pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Semoga para kandidat presiden memberikan visi perpajakan dengan lebih baik dari yang sudah ada

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only