Ingat, Ada Jalur Khusus untuk Produk Impor di E-commerce

Keputusan pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 28/2018 tentang Pusat Logistik Berikat (PLB) e-commerce. Beleid yang mengatur proses mendatangkan barang dari luar negeri itu meminimalisir biaya kirim barang impor ang kerap membebani pembeli.

Dengan PLB e-commerce, perusahaan e-commerce, khususnyauntuk produk impor, tak perlu mengimpor produk satu per satu dari luar negeri.Mereka cukup menyewa gudang di Kawasan berikat yang berstatus PLB. Nah,pengiriman barang dari luar negeri ke PLB belum dianggap sebagai impor ataubayar bea masuk. Bea masuk akan mereka bayar saat barang keluar dari PLB dengancatatan dijual lewat e-commerce.

Karena titik kirim dari PLB inilah yang membuat biaya kirim produk impor itu menjadi lebih murah. Boleh dibilang, PLB e-commerce menjadi tempat penampungan barang impor sebelum didistribusikan ke konsumen di Indonesia. “Proses impornya menjadi lebih cepat dan murah,” kata Daniel Tumiwa, Ketua Dewan Pembina Asosiasi E-Commerce Indonesia (Indonesian E-Commerce Association/idea).

Menurut Daniel, kebijakan PLB e-commerce di satu sisi menguntungkan, karena importir memindahkan gudangnya dari Malaysia atau Singapura ke PLB di Indonesia. Di sisi lain, ada mata rantai distribusi barang yang terancam terputus. Seperti peran took pengecer atau reseller akan kehilangan konsumen. “Ada plus minusnya,” kata Daniel.

Jika dulu importir hanya impor dan menjadi pemasok saja, setelah ada PLB mereka berpeluang jualan sendiri di e-commerce dengan harga jual  lebih murah. “Importir ada yang berjualan sendiri di e-commerce, ada juga yang hanya jadi supplier,”terang Ilham, pengecer mainan Tamiya yang punya took daring di e-commerce.

Dengan reulasi PLB e-commerce ini, penjualan produk impor di e-commerce menjadi tak terelakkan. Indra Yonathan, Ketua Panitia Harbolnas 2018 bilang, pada Harbolnas 2018, penjualan produk impor masih mendominasi transaksi dengan porsi 54 % dari total pendapatan Harbolnas atau setara Rp3,7 triliun. Unutk penjualan produk local hanya 46 % atau setara 3,1 triliun.

Mayoritas produk impor selama Harbolnas didominasi dari China yang terkenal menjual  produk lebih murah. Negeri Tirai Bambu tersebut menawarkan harga lebih murah karena memiliki skala produksi yang lebih menguntungan. “Mereka memang negara produsen jadi bisa lebih efisien,” jelasnya.

Namun, ada pihak yang mencemaskan dominasi produk impor yang dijual di e-commerce ini. Mohammad James, pengamat e-commerce bilang, Harbolnas justru menjadi ajang melariskan produk impor krtimbang produk dalam negeri.

Kondisi ini juga setali tiga uang dengan kepemilikan e-commerce yang dikuasiai investor asing. Selain itu, James juga menyoroti persaingan dari pengusaha e-commerce untuk menguasai bisnis pembayaran. “Bisnis payment system ini justru pertarungan yang paling ngeri,” ungkap James.

Beberapa perusahaan e-commerce saat ini telah membuat sistem pembayaran sendiri. Seperti Shoppe dengan Shoppepay, JD.ID menggandeng Gopay dan Tokopedia yang bermitra dengan OVO. James bilang, perusahaan tersebut berebut menyimpan dana konsumen agar bias mengendap. Saat ada transaksi pembayaran, baru diteruskan atau ke pemilik barang tiga hari setelahya. “Bayangkan ada beberapa triliun dana floating milik konsumen itu, “tukas James.

Sumber : Tabloid Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only