Pasca Diakuisisi, Skema Perpajakan dan Royalti Freeport Berubah

JAKARTA. Di balik akuisisi 51,23% saham PT Freeport Indonesia (PTFI) oleh holding badan usaha milik negara BUMN pertambangan  PT Inalum, ada jugaperubahan skema perpajakan dan royalty yang harus disetor ke kas negara.

Kementrian Keuangan (Kemkeu) menyatakan perubahan skema perpajakan untuk memperbesar penerimaan negara pasca akuisisi Freeport. Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, skema perpajakan Freeport setelah tahun 2021 memakai konsep nailed-down atau bersifat tetap. Selama ini, skema yang berlakuadalah prevailing.

Prevailing artinya mengikuti aturan pajak yang berlaku, alias pajakdan royalti yang dibayar Freeport berubah-ubah sesuai dengan peraturan pajaksaat itu. Nailed-down berarti pembayaran pajak dan royalti tetap sampai masa kontrak berakhir.

Sesuai dengan PeraturanPemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 2018, Freeport akan membayar pajak penghasilan(PPh) korporasi yang lebih kecil yaitu 25%. Berbeda dengan saat memegang KK sebelumnya yaitu 35%. “Sekarang menjadi nailed-down. Jadi nanti apabila ada perubahan UU PPh yang tarif PPh-nya turun mereka tetapakan membayar 25%,” terang Sri Mulyani, Jumat (21/12).

Tak hanya PPh, skemaPPN dan royalti Freeport pun bersifat nailed-down.Pembayaran PPN maupun royalty Freeport tidak akan berubah kendati adaperubahan pada UU PPN atau pajak barang dan jasa.

Dengan ketentuan ini, Freeport hingga 2041 akan membayar pajak yang terdiri dari PPh sebesar 25% danPPN sebesar 10%, serta royalti untuk tembaga sebesar 4% dan emas 3,75%. Skema pajak ini tidak berlaku bagi perpajakan daerah. Sebab ada peraturan pajak daerah tersendiri yang mengatur komponen pajak daerah. Sri Mulyani bilang, peraturan daerah tersebut akan segera keluar.

Berdasarkan lembar fakta PTFI, sepanjang tahun 2017 kontribusi pajak, royalty, pajak ekspor, dividen, dan pembayaran lainnya dari perusahaan tambang ini mencapai US$ 756 juta.

Jika dihitung sejak beroperasi tahun 1992 hingga tahun lalu, kontribusi perpajakan dan royalty PTFI tercatat sebesar US$ 17,3 miliar, serta menyumbang US$ 60 miliar terhadap produk domestik bruto Indonesia.

Pemeritah sedangmenyiapkan revisi UU perpajakan, mulai dari Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), PPH, dan PPN. Ada kemungkinan tarif perpajakan diturunkan untuk mengimbangi tarif pajak di negara tetangga yang lebih rendah.

Sri Mulyani menyakinipenerimaan negara dengan skema perpajakan Freeport saat ini akan semakin besarsesuai amant UU. “Ini memberikan kepastian kepada negara mendapat penghasilan yang lebih tinggi. Untuk Freeport, mereka juga bisa bekerja dengan kepastian, beberapa kewajiaban yang harus dibayarkan,” lanjut Sri Mulyani.

Direktur Eksekutif Center for  Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menganalisa kebijakan ini sudah tepat. Tren tarif pajak saaat ini cenderung megecil sehingga jika masih menganut skema prevailing, penerimaan  negara berpotensi berkurang.“Kalau era KK, prevailing masih okekarena tren tarif relative stabil dan memudahkan Ditjen Pajak mengimplementasikan aturan karena sama dengan wajib pajak lain,” lanjut Yustinus.

Apalagi, dengan skema sekarang tarif royalti meningkat. Lalu, Freeport juga akan terkena kewajibanpajak daerah yang dulu tidak ada di KK.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only