Biar Tidak Jatuh ke Dalam Jurang

Akhirnya, mayoritas saham Freeport menjadi milik Indonesia. Tapi masih banyak pekerjaan rumah yang harus dituntaskan.

Keputusan penting itu disampaikan Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jumat (21/12) petang. Mengenakan kemeja putih lengan panjang,Presiden menyampaikan momen bersejarah yang menandai babak baru perjalanan PT Freeport Indonesia di negara kita.

“Saham Freeport sudah 51,2% beralih ke PT Inalum dan sudah lunas dibayar. Ini adalah momen bersejarah setelah Freeport beroperasi di Indonesia sejak 1973,” kata Jokowi.

Presiden memastikan, kepemilikan mayoritas atas saham Freeport tersebut akan digunakan sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat. “Nantinya, pendapatan negara, baik dari pajak dan non pajak seperti royalti, akan lebih besar dan lebih baik,” janjinya.

Dalam jumpa pers tersebut, sejumlah Menteri tampak hadir menemani Presiden. Sebut saja Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Badan Usaha Milik Negara(BUMN) Rini M. Soemarno, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, serta Menteri Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya.

Tak ketinggalan, hadir pula CEO Freeport Mc-MoRan Cooper & Gold Inc. Richard Adkerson dan Direktur Utama PT Inalum Budi Gunadi Sadikin.

Para pembantu Presiden ini tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya. Wajah mereka lebih sumringah, dan sikap tubuhnya lebih bersemangat dari biasanya.

Pemerintah memang boleh bernafas lega seiring tuntasnya proses akuisisi tersebut. Setelah bertahun-tahun bernegosiasi, akhirnya mayoritas saham Freeport Indonesia resmi dikuasai Indonesia. Ini terwujud setelah di tandatanganinya dokumen dan pelunasan transaksi tersebut di pengujung 2018. Indonesia melalui Inalum kini berhasil mengusasi 51% saham Freeport Indonesia.

Dana pembelian mayoritas saham Freeport Indonesia mencapai US$ 3,85 miliar atauRp55,44 triliun (kurs Rp 14.400 per dollar AS) tersebut dipakai untuk membelihak kelola Rio Tinto di Freeport Indonesia dan saham PT Indocopper Investamayang memiliki 9,36% saham produsen emas yang beroperasi di Papua itu.

Penandatanganan dokumen penyelesaian transaksi di investasi itu ditandatangani oleh Budi Gunadi dan Richard Adkerson di kantor Kementerian ESDM pada hari itu (22/12) juga.

Tuntasnyaakuisisi perusahaan tambang asal negeri Uwak Sam ini menyusul  telah disepakatinya empat poin perundingan antara  Pemerintah RI dengan Freeport-McMoRan.

Pertama, mengharuskan Freeport-McMoRan melakukan diinvestasi saham kepemilikan di Freeport Indonesia sebanyak 51%untuk  Indonesia. Perincian kepemilikan 51,23% terdiri dari 41,23% untuk Inalum dan 10% untuk pemda di Papua. Saham pemda Papua akan dikelola perusahan khusus, yakni PT Indonesia Papua Metal danMineral (IPMM) yang 60% sahamnya dimiliki Inalum dan 40% oleh BUMD Papua.

Kedua, Freeport harus membangun smelter di Indonesia dalam kurun waktu lima tahun.

Ketiga, kepastian penerimaan pajak pusat dan daerah serta penerimaan bukan pajak harus lebih tinggi dibandingkan dengan periode kontrak karya (KK), dan pemberian kepastian investasi selama masa operasi.

Keempat, kepastian produksi daninvestasi selama 2 X 10  tahun sejak habis kontrak sejak 2021, yang tertuang dalam Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) difinitif Freeport yang telah diterbitkan Kementerian ESDM, Jumat (21/12).

“Dengan terbitnya IUPK maka Freeport Indonesia mendapatkan kepastian hukum dan berusaha hingga 2041 dengan skema 2 X 10 tahun,” ujar Bambang Gatot Ariyono, Direktur Jendral Mineral dan Batubara Kementerian ESDM.

Nah, kelak di 2041 Freeport resmi mengantongi IUPK Oprasi Produksi sebagai pengganti Kontrak Karya Freeport Indonesia yang berlaku sejak 1967 dan diperpanjang tahun 1991 hingga tahun 2021.

Pekerjaan rumah

Seiring tuntasnya seluruh tahapakuisisi Freeport Indonesia tersebut, pemerintah tampak betul mengapitalisasiproses pengambilan saham ini sebagai keberhasilan penting era Presiden Jokowi. Terlepas dari klaim keberhasilan tersebut, pekerjaan rumah berat menanti,setelah saham Freeport Indonesia menjadi milik kita.

Dan tidak bisa dipungkiri, cukup banyak catatan pekerjaan yang perlu dibereskan oleh Inalum. Makanya Inalum langsung membuat gebrakan dengan merombak dan membentuk tim direksi anyar yang dianggap solid dan berkompeten. “Direksi nya yang sekarang ada empat orang Indonesia dan dua orang non Indonesia,”kata Budi Gunadi.

Perinciannya: Direktur utama Freeport dijabat Tony Wenas, dan Wakil Direktur Utama diduduki oleh Orias Petrus Moedak. Sedangkan yang mengisi kursi direktur adalah Jenpino Ngabdi, Achmad Ardiyanto, Robert Charles Schroeder, dan Mark Jerome Johnson.

Kendati demikian, Budi menegaskan, untuk kendali operator dan keuangan Tambang Grasbergtetap dipegang Freeport Indonesia. “Jadi, dalam pengelolaan tambang, kami mengedepankan prinsip kebersamaan,” sebut dia.

Hanya, Budi  mennegaskan, keputusan-keputusan strategis yang akan diambil Freeport harus sepengetahuan dan kesepakatan dengan Inalum. “Intinya, kami jalan bareng-bareng, karena saya sudah lihat banyak perusahaan yang gagal karena sibuk ngurusin siapa dapat apa,” imbuhnya.

Budi menjelaskan, tambang emas dan tembaga milik Freeport merupakan tambang terumit di dunia lantaran letaknya dibawah tanah. Freeport Mc MoRan telah terbukti kompeten untuk mengelola dan mengembangkan tambang itu khususnya bawah tanah.

Namun bukan berarti Budi meragukan kemampuan para teknisi anak bangsa dalam mengelola Tambang Grasberg. “Engineer kitabisa, hanya perlu belajar, makanya kami ingin mengirim banyak engineer ke sana,” ujarnya.

Bangunsmelter

 Bagi Freeport, penerbitan IUPK semakin memantapkanperusahaan ini untuk mengekspansi tambang bawah tanah. Richard Adkerson menyatakan, Freeport akan menggelontorkan innvestasi sebesar US$ 20 miliar hingga 2041 untuk kegiatan operasional.

Dana super jumbo itu lebih ditunjukkan untuk mengembangkan tambang bawah tanah yang akan menjadi fokus Freeport ke depan. Pengembangan tambang bawah tanah memangjuga jadi fokus Inalum pasca merampungkan proses divestasi.

Rendi A. Witoelar, Head of Corporate Communications Inalum, mengatakan, perusahaan ingin memastikan proses peralihan dari tambang terbuka ke bawah tanah selama tiga tahun mendatang bisa berjalan dengan lancar. “Tambang Grasberg yang dikelola Freeport terumit didunia. Di masa transisi ini, penting bagi Inalum untuk menjaga tidak ada disrupsi pada operasi,” ujarnya.

Menurut Rendi, rencana pengembangan tambang bawah tanah sudah disiapkan Freeport dan tinggal eksekusi. “Sementara kami memastikan tidak ada  gangguan,” tambah dia.

Dalammasa transisi yang krusial itu, Rendi menuturkan, Inalum memerlukan keahlian Freeport untuk tetap menjadi operator tambang. “Ibaratnya, supir sedang membawa truk melewati tikungan dan tanjakan, tidak bisa semerta-merta kami yang tidak ahli mengambil alih kemudi, walau truk itu baru jadi milik kami. Bisa jatuh kejurang nantinya,” kata dia memberikan perumpamaan.

Tony Wenas mengungkapkan, penambangan bawah tanah menjadi fokus karena penambangandi atas tanah atau open pit telahhabis.”Mulai tahun ini kami fokus ke underground,” katadia.

Cuma, Tony memprediksikan produksi tahun depan akan menurun. Sayangnya, ia belum maumenyebutkan anggka pastinya. “Karena openpit selesai, tapi di 2020 dan 2021 naik lagi,” ucapnya.

Selain fokus mengembangkan tambang bawah tanah, Tony juga menjanjikan bakal membangunpabrik pengolahan. “Smelter akan kami bangun dalam lima tahun, akan kami segera tentukan lokasinya di mana. Ini jugaharapan pemerintah untuk memberikan nilai tambah,”ungkap dia.

Riza Pratama, Vice President Corporate Communications Freeport Indonesia, menambahkan, lokasi pembangunan smelter belum ditetapkan. Ia juga masih enggan untuk membicarakan siapa mitra yang akan membangun dan mengola, serta perincian investasi dan target produksi.

Sejauh ini, ada beberapa opsi lokasi unuk smelter. Yakni di Nusa Tenggara Barat bekerja sama dengan PT Amman Mineral, kemudia di Gresik, Jawa Timur, dan Papua.

Sebelumnya,Freeport memang sempat melakukan perjajakan kerjasama dengan Aman Mineral untuk membangun smelter berkapasitas 2,6 juta ton per tahun. Di Gresik masih sangat minim. Hingga September 2018, perkembangan pembangunan pabrik pengolahan konsentrat tembaga dan lumpur anodaitu baru 2,5%.

Bukan Cuma itu, yang menjadi fokus perhatian Freeport Indonesia pasca divestasi adalah menyangkut kewajiban lingkungan. Mereka harus membayar sebesar Rp 460 miliar dari pemakaian Kawasan hutan lindung seluas 4.535,93 hektare (ha) yangsebelumnya dilakukan tampa izin.

Tony mengatakan, denda itu akan segera dibayarkan setelah Freeport Indonesia mendekap Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Sebab, hingga penyerahan IUPK dan penyelesaian proses divestasi pada Jumat (21/12) lalu, Freeport belummengantongi izin tersebut. Padahal sebelumnya, Menteri Siti Nurbaya mengatakan, IPPKH tinggal menunggu finalisasi dari pemda yang ada di Papua.

Jadi,masih banyak pekerjaan yang harus dituntaskan pasca selesainya divestasi Freeport Indonesia.

Sumber : Tabloid Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only