Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyandang predikat sebagai menteri terbaik. Kali Ani sapaan akrab Sri Mulyani dinobatkan sebagai menkeu terbaik versi majalah The Banker. Penghargaan itu hanya berjarak beberapa bulan setelah Ani mendapat penghargaan sebagai menteri terbaik dunia versi World Government Summit tahun lalu.
The Banker antara lain memuji kebijakan Ani terkait perpajakan dan defisit anggaran pemerintah lebih kecil dari target. Meski begitu, saat ini rasio pajak Indonesia di kisaran 11 persen dinilai masih rendah dibanding negara-negara tetangga. Singapura, misalnya, memiliki rasio pajak 14 persen, Malaysia 15,5 persen, dan Thailand 17 persen. ”Pekerjaan belum selesai menaikkan tax ratio di atas 12 persen. Perluas basis pajak,” tegas Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara di Jakarta, Kamis (3/1/2019).
Menurut Bhima, rasio pajak rendah mengakibatkan penerimaan pajak berada di bawah target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), atau biasa disebut shortfall. ”Itu (Shortfall) merupakan penyakit menahun fiskal dalam 10 tahun terakhir,” tukas Bhima.
Tahun lalu, realisasi penerimaan pajak mencapai Rp 1.315,9 triliun atau hanya 92,4 persen dari target Rp 1.424 triliun. Realisasi itu sudah terbilang tinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya. Kondisi itu, tentu miris mengingat penerimaan pajak sangat penting untuk membayar utang pemerintah. Di mana, angka outstanding utang pemerintah sudah mencapai Rp 4.400 triliun hingga akhir tahun lalu.
Penerimaan pajak seolah-olah masih kontras dengan realisasi penerimaan negara lebih besar 2,5 persen dari target APBN tahun lalu. ”Penerimaan negara 100 persen tercapai tahun lalu karena harga minyak naik dan rupiah melemah. Tetapi, penerimaan pajak masih mengalami shortfall,” ulasnya.
Tidak hanya soal pajak, Bhima juga mengkritisi realisasi defisit APBN tahun lalu sebesar 1,78 persen dari PDB berada di bawah target 2,19 persen PDB. Defisit rendah itu diapresiasi publik internasional. Namun, Bhima menilai defisit APBN itu terbilang semu karena pemerintah membebani penugasan yang seharusnya diemban APBN kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Sebagai contoh, keputusan pemerintah tidak menambah subsidi listrik di tengah kenaikan harga minyak dunia membuat kinerja keuangan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menurun. Hingga kuartal tiga 2018, PLN sudah membukukan rugi Rp 18,46 triliun gara-gara beban operasional membengkak. ”Defisit APBN diklaim terendah sejak 2012, tapi belanja subsidi energi sebagian dibebankan ke Pertamina dan PLN dalam bentuk penugasan,” ucapnya.
Ani menerima predikat menkeu terbaik dunia dari The Banker, sebuah publikasi mingguan anggota grup Financial Times Ltd. Sejumlah alasan melatari pemilihan Ani sebagai menkeu terbaik dunia. Ani dipandang mampu membawa defisit APBN 2018 di bawah target 2,19 persen PDB. Realisasi defisit APBN tercatat 1,78 persen PDB sepanjang tahun lalu. Berikutnya, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu dianggap berkomitmen mereformasi sistem perpajakan dengan harapan meningkatkan pertumbuhan kepatuhan pajak menjadi 82,5 persen di tahun depan. Sejumlah langkah dilakukan antara lain memangkas Pajak Penghasilan (PPh) bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dari 1 persen menjadi 0,5 persen, dan pajak digital hanya dibebankan bagi perusahaan perdagangan daring (e-commerce) asal luar negeri.
Selanjutnya, Ani dianggap memiliki ambisi untuk menjadikan Indonesia sebagai basis ekspor Asia. Untuk itu, kebijakan seperti pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi pelaku ekspor diapresiasi The Banker.
Sumber : indopos.co.id
Leave a Reply