Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia mengintegrasikan data dan informasi devisa terkait ekspor-impor. Langkah ini untuk mengoptimalkan insentif pajak dan devisa.
JAKARTA, Integrasi ditempuh untuk mengoptimalkan pemberian insentif pajak sehingga devisa hasil ekspor bisa bertahan lama di dalam negeri. Alur dokumen, barang, dan uang pun termonitor.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, selama ini alur dokumen dan barang dicatat Bea Cukai Kementerian Keuangan. Adapun alur uang dicatat oleh Bank Indonesia. Integrasi penting untuk memberikan gambaran utuh mengenai data ekspor dan impor Indonesia.
“Khusus ekspor, ada mandatori pemberian insentif pajak sehingga akurasi dan informasi jadi penting,” kata Sri Mulyani seusai rapat koordinasi bersama Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution di Jakarta, Senin (7/1/2019) sore.
Sinkoronisasi data dilakukan melalui sistem monitoring devisa terintegrasi seketika atau disingkat Simodis. Secara teknis, Sismodis akan mengintegrasikan aliran dokumen, barang, dan uang melalui dokumen ekspor dan impor dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan data nomor pokok wajib pajak (NPWP) dari Direktorat Jenderal Pajak, serta dari data Bank Indonesia.
Simodis juga digagas untuk mendukung paket ekonomi XVI terkait peningkatan devisa ekspor. Dalam rancangan Peraturan pemerintah (PP) yang baru, devisa ekspor sumber daya alam harus dilaporkan dalam sistem keuangan dan ditempatkan dalam rekening khusus pada bank devisa dalam negeri.
Penempatan di rekening khusus wajib ini dilaksanakan paling lambat akhir bulan ketiga atau 90 hari setelah pendaftaran pemberitahuan ekspor. Devisa ekspor yang disimpan dalam rekening khusus akan mendapat insentif Pajak Penghasilan (PPh) final atas bunga deposito sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 123 Tahun 2015.
PPh atas bunga deposito dalam dollar AS berkisar 0-10 persen, bergantung pada jangka waktu penempatan. Adapun devisa ekspor dalam deposito rupiah dikenai tarif 0-7,5 persen. Semakin lama devisa ekspor bertahan di dalam negeri, PPh makin kecil.
Berdasarkan data Bank Indonesia, devisa hasil ekspor Januari-Juni 2018 sebesar 69,88 miliar dollar AS. Dari jumlah itu, yang masuk ke dalam negeri sekitar 92,6 persen atau 64,74 miliar dollar AS, Namun, hanya 13,3 persen diantaranya yang dikonversi ke dalam rupiah.
Dijamin
Implementasi pelaporan devisa hasil ekspor paling lambat akhir bulan Maret karena pemberitahuan ekspor barang (PEB) baru terbit 1 Januari 2019. Kendati ditempatkan dalam negeri, pemerintah menjamin eksportir tetap bisa menggunakan devisa hasil ekspor untuk pinjaman luar negeri, impor bahan baku, keuntungan atau deviden, dan keperluan lain untuk penanaman modal. Eksportir juga tidak diwajibkan mengonversi devisa dari dollar AS ke rupiah atau menjual ke negara.
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin menambahkan, sinkronisasi informasi ini bisa dimanfaatkan untuk melacak kejahatan perpajakan yang belakangan marak terkait pencucian uang. PPATK akan memanfaatkan data Simodis untuk keperluan itu.
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan BI Farida Peranginangin mengatakan, sistem akan membantu BI menerima catatan arus data, komoditas, dan uang setiap hari.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati berpendapat, kebutuhan data yang aktual dan terintegrasi dibutuhkan untuk mengetahui tren ekspor-impor Indonesia.
Sumber : Harian Kompas
Leave a Reply