Asosiasi UMKM Indonesia menginginkan penerapan aturan pajak e-commerceditunda hingga setahun ke depan. Implementasi peraturan ini dapat mengganggu kenyamanan praktik usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang banyak bergelut di sektor kreatif.
Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun berpendapat, pemberlakuan aturan pajak e-commerce mulai 1 April 2019 bertentangan dengan misi pemerintah untuk mendorong lebih banyak UMKM memanfaatkan akses internet.
“(Program) UMKM Go Online cukup tingkatkan pemanfaatan internet. Tapi kontradiktif dengan aturan pajak e-commerce. Tidak singkron antarkebijakan, yang satu rangsang UMKM online, satu sisi siap-siap dijerat pajak,” ucapnya, Rabu (16/1).
Mayoritas usaha kreatif di Tanah Air berskala mikro. Animo masyarakat terhadap berbagai produk kreatif lokal terus menguat. Contohnya, data AC Nielsen mencatat 46% dari total transaksi Hari Belanja Online Nasional 2018 yang mencapai Rp 6,8 triliun merupakan barang lokal.
Transaksi pembelian produk lokal mencapai Rp 3,1 triliun pada 12 Desember 2018 lalu. Nilai ini melebihi target sejumlah Rp 1 triliun. Nielsen juga menyebutkan, produk fesyen dan pakaian olahraga mengisi 56% dari total transaksi produk lokal.
“Seharusnya memang ada keberpihakan untuk rangsang produksi barang-barang kearifan lokal lebih memenuhi marketplace. Penundaan (pajak) setahun termasuk kebijakan yang berpihak ke UMKM, ini seperti tax holiday untuk UMKM,” tutur Ikhsan.
Permintaan Akumindo tersebut senada dengan Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA). Tapi, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan tetap menerapkan pajak e-commerce per 1 April 2019.
Kemenkeu menyatakan, sejumlah hal teknis akan dijelaskan melalui aturan turunan berupa Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Pajak. “Akan ada Perdirjen untuk detail dan klarifikasinya sesegera mungkin,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Sumber : katadata.co.id
Leave a Reply