Pertumbuhan Ekonomi China Sesuai Ekspektasi, IHSG Menguat

Jakarta, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali pekan ini dengan catatan positif. Dibuka relatif flat, IHSG menguat 0,13% pada pukul 9:30 WIB ke level 6.456,34.

Kinerja IHSG senada dengan bursa saham utama kawasan Asia yang juga diperdagangkan di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,21%, indeks Shanghai naik 0,62%, indeks Hang Seng naik 0,62%, dan indeks Straits Times naik 0,58%.

Hubungan AS-China di bidang perdagangan yang kian mesra membuat instrumen berisiko seperti saham menjadi incaran investor. Bloomberg melaporkan bahwa China memberikan penawaran untuk menaikkan impor produk-produk asal AS selama 6 tahun ke depan dengan nilai total mencapai lebih dari US$ 1 triliun, seperti dikutip dari CNBC International.

Penawaran ini diberikan China kala melakukan negosiasi dengan AS di Beijing pada awal bulan ini. Penawaran ini bertujuan untuk membuat neraca dagang China-AS impas pada tahun 2024. Pada tahun 2018, China membukukan surplus neraca dagang senilai US$ 323 miliar dengan AS.

Berita ini beredar pasca Wall Street Journal melaporkan bahwa AS siap menghapus bea masuk untuk berbagai produk impor made in China, walaupun kabar tersebut kemudian dibantah oleh Kementerian Keuangan AS.

Sebagai informasi, Wakil Perdana Menteri China Liu He dijadwalkan bertandang ke Washington pada 30 dan 31 Januari untuk melakukan negosiasi dagang lanjutan dengan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin dan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer.

Jika damai dagang secara permanen bisa dicapai oleh AS dan China, maka perekonomian dunia bisa dipacu untuk melaju lebih kencang.

Lebih lanjut, rilis data ekonomi juga mendukung bagi bursa saham regional untuk melaju di zona hijau. Pada pukul 9:00 WIB, pertumbuhan ekonomi China periode kuartal-IV 2018 diumumkan sebesar 6,4% YoY. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2018 adalah sebesar 6,6%, laju terlemah sejak 1990.

Namun, hal ini sudah diantisipasi oleh pelaku pasar. Pertumbuhan ekonomi tahun 2018 yang sbeesar 6,6% sesuai dengan konsensus yang dihimpun oleh Reuters, seperti dikutip dari CNBC International. 

Lebih lanjut, pemerintah China sudah mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk meredam tekanan terhadap perekonomian Negeri Panda. Pada hari Selasa (15/1/2019), Kementerian Keuangan China mengatakan bahwa mereka akan mengimplimentasikan pemotongan pajak dan biaya yang lebih besar.

Melansir Reuters, beberapa analis percaya bahwa China dapat memberlakukan pemotongan pajak dan biaya senilai CNY 2 triliun. Selain itu, China juga diyakini akan memperbolehkan pemerintah daerah untuk menerbitkan obligasi khusus (special bond) senilai CNY 2 triliun yang sebelumnya banyak digunakan untuk membiayai proyek-proyek penting.

Kemudian pada hari Rabu (16/1/2019), People’s Bank of China selaku bank sentral China menyuntikkan dana senilai CNY 560 miliar (US$ 83 miliar) ke perbankan melalui operasi pasar terbuka. Suntikan sebesar CNY 560 miliar tersebut merupakan yang terbesar dalam sejarah China. Dengan likuiditas yang kian longgar, suku bunga kredit diharapkan bisa ditekan dan memacu laju perekonomian China.

Sumber : cnbcindonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only