JAKARTA — Kekayaan miliarder meningkat sebesar 12 persen dibanding dengan tahun lalu atau 2,5 miliar dolar AS per hari. Sedangkan, 3,8 miliar orang yang tergolong dalam kategori miskin mengalami penurunan kekayaan hingga 11 persen. Kondisi ini disampaikan dalam laporan Oxfam yang diluncurkan ketika para pemimpin politik dan bisnis berkumpul dalam World Economic Forum (WEF) di Davos, Swiss.
Laporan bertajuk “Public Good or Private Wealth” tersebut menunjukkan kesenjangan yang semakin melebar antara kaya dengan miskin. Fakta ini seakan meruntuhkan gerakan melawan kemiskinan dan memicu kemarahan publik di seluruh dunia.
Laporan Oxfam mengungkapkan, bagaimana pemerintah memperburuk ketidaksetaraan dengan menyediakan dana terbatas untuk pelayanan publik seperti pendidikan dan kesehatan. Di sisi lain, pemerintah gagal meningkatkan pembayaran pajak untuk orang kaya maupun perusahaan besar. Ditemukan juga, perempuan dan anak perempuan menjadi pihak paling terpukul akibat peningkatan ketidaksetaraan ekonomi ini.
Direktur Eksekutif Oxfam International Winnie Byanyima mengatakan, besaran rekening seharusnya tidak menentukan berapa tahun yang dapat dihabiskan anak-anak di sekolah atau berapa lama seseorang dapat hidup. “Tapi, ini adalah kenyataan di banyak negara di seluruh dunia,” ujarnya, seperti dilansir Republika.co.id dari situs Oxfam, Rabu (23/1).
Byanyima menambahkan, saat ini, banyak perusahaan dan orang super kaya menikmati tagihan pajak yang rendah. Pada waktu yang sama, jutaan anak perempuan ditolak untuk mendapatkan akses pendidikan yang layak. Tidak sedikit juga perempuan yang harus sekarat karena minimnya perawatan kehamilan.
Laporan Oxfam mengungkapkan, jumlah miliarder telah bertambah hampir dua kali lipat sejak krisis keuangan. Setidaknya, satu miliarder muncul setiap dua hari selama 2017 dan 2018. Tapi, individu dan perusahaan kaya membayar tarif pajak lebih rendah dibanding dengan yang mereka miliki dalam beberapa dekade.
Padahal, pajak tersebut mampu memberikan dampak besar pada kehidupan masyarakat. Jika satu persen dari seluruh miliarder dunia dapat membayar setidaknya 0,5 persen pajak tambahan atas kekayaan mereka dapat membiayai pendidikan untuk 262 juta anak-anak. Jumlah itu juga mampu memberikan perawatan kesehatan yang akan menyelamatkan hidup 3,3 juta orang.
Laporan Oxfam juga memperlihatkan, setidaknya hanya empat sen dari setiap pajak atas kekayaan yang berhasil dikumpulkan secara global pada 2015, seperti warisan atau properti. Jenis pajak ini telah dikurangi atau dihilangkan di banyak negara kaya dan hampir tidak diterapkan di negara berkembang.
Tidak hanya itu, tarif pajak untuk individu dan perusahaan kaya juga telah dipotong secara dramatis. Misalnya, tingkat tertinggi pajak penghasilan pribadi di negara-negara kaya turun dari 62 persen pada 1970 menjadi hanya 38 persen pada 2013. Tingkat rata-rata di negara miskin hanya 28 persen.
Bahkan, di beberapa negara, pajak yang harus dibayar masyarakat miskin lebih tinggi dibanding dengan miliarder. Misalnya saja di Brazil, di mana 10 persen masyarakat termiskin kini membayar proporsi lebih tinggi dari pendapatan mereka untuk pajak dibandingkan 10 persen yang terkaya.
Pada saat bersamaan, layanan publik mengalami kekurangan dana kronis atau dialihkan ke perusahaan swasta melalui skema outsource. Sayangnya, perusahaan tersebut banyak membuat pengecualian untuk orang-orang miskin.
Di banyak negara, pendidikan layak atau layanan kesehatan yang berkualitas telah menjadi sebuah kemewahan dan hanya hanya mampu dimiliki oleh orang kaya. Setiap hari, setidaknya 10 ribu orang meninggal karena mereka tidak memiliki akses ke layanan kesehatan yang terjangkau.
Di negara-negara berkembang, seorang anak dari keluarga miskin memiliki kemungkinan meninggal dua kali lebih besar sebelum lima tahun dibanding anak keluarga kaya. Di negara seperti Kenya, anak dari lingkungan keluarga kaya bahkan dapat menghabiskan dua kali lebih lama untuk menempuh pendidikan dibandingkan anak keluarga miskin.
Kaum perempuan menjadi pihak paling terdampak. Pemotongan pajak atas kekayaan sebagian besar menguntungkan laki-laki yang memiliki 50 persen lebih banyak kekayaan dibandingkan perempuan secara global. Laki-laki juga tercatat mengendalikan 86 persen di seluruh dunia.
Sumber : republika.co.id
Leave a Reply