Pemerintah menyiapkan kebijakan jangka pendek untuk memperbaiki kinerja ekspor nasional. Yakni, simplifikasi prosedur ekspor dan efisiensi logistik.
PT Inka mulai mengirimkan 15 kereta penumpang dari Tanjung Perak, Surabaya ke Bangladesh, Minggu lalu. Ini merupakan ekspor pertama dari total 250 gerbong kereta penumpang untuk Bangladesh Railway yang tendernya dimenangi INKA tahun 2017. Seluruhnya dibuat di pabrik INKA di Jawa Timur.
Dua penggal kalimat itu terpampang di akun Instagram milik Presiden Joko Widodo, @Jokowi, Senin (21/1) lalu. Kalimat itu tertulis untuk menyertai sebuah portret gerbong kereta api dengan kelir hijau yang tengah diangkat ke sebuah kapal di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.
Nadi ekspor negara kita kembali berdetak? Bisa jadi. Sebab, pemerintah mengeluarkan jurus-jurus baru untuk mendongkrak kinerja ekspor. Sebab, nilai rapor perdagangan Indonesia tahun lalu jeblok.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, total ekspor kita sepanjang 2018 hanya tumbuh 6,65% menjadi US$ 180,06 miliar dibanding Raihan 2017. Sebaliknya, pertumbuhan impor lebih kencang. Tahun lalu, total nilai impor mencapai US$ 188,63 miliar, tumbuh 20,15%.
Walhasil, neraca perdagangan Indonesia tahun 2018 mengalami defisit US$ 8,57 miliar. Ini merupakan defisit tahunan pertama dalam empat tahun terakhir. Sekaligus yang terparah sejak republik ini berdiri. “Defisit ini terbesar,” ungkap Kepala BPS Suhariyanto.
Di era reformasi, neraca dagang kita sempat mencetak defisit selama tiga tahun berturut-turut, 2012-2014. Namun, angkanya ga ada satu pun yang sampai US$ 5 miliar.
Menurut Adriyanto, Kepala Pusat Kebijakan Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemkeu), defisit perdagangan tahun lalu karena perdagangan minyak dan migas yang tekor hingga US$ 12,2 miliar. Penyumbang terbesar defisit sektor ini adalah defisit minyak mentah dan hasil minyak, masing-masing sebesar US$ 4,04 miliar dan US$ 15,95 miliar.
Sementara neraca dagang non migas dalam lima tahun terakhir selalu mengukir surplus di atas US$ 10 miliar, bahkan pada 2017 mencapai US$20,4 miliar. Cuma memang pada 2018 nilainya turun derastis, hanya US$ 3,8miliar. “Ini tampaknya juga dipengaruhi demanddari negara mitra dagang,” ujar Adriyanto.
Defisit neraca perdagangan jelas mimpi buruk bagi negaramana pun. Imbasnya menular ke neraca transaksi berjalan alias current account deficit (CAD) yang besar.
Celakanya, pemerintah memperkirakan, defisit neraca perdagangan masih mungkin berlanjut tahun ini. Karena itu, pemerintah ingin segera bertindak.
“Kita memerlukan instrument kebijakan peningkatan ekspor untuk tetap menjaga kestabilan kinerja neraca perdagangan, khususnya untuk kuartal pertama tahun ini. Instrument yang kita butuhkan adalah untuk kurun waktu sangat segera,” kata Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Darmin Nasution.
Ya, kali ini pemerintah fokus merumuskan resep jangka pendek yang bisa memberi dampak segera terhadap perbaikan kinerja neraca dagang sekaligus meningkatkan daya saing ekspor. Itu sebabnya, Rapat Koordinasi Peningkatan Ekspor, Kamis (24/1) malam memutuskan pemerintah melakukan simplifikasi atau penyederhanaan prosedur ekspor dan efisiensi sektor logistik. Harapan kami, upaya ini bisa efektif menggenjot ekspor dalam jangka pendek,” imbuh Adriyanto.
Sekertaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menjelaskan, simplifikasi procedural ekspor untuk menghasilkan efisiensi biaya juga waktu. Caranya dengan mengurangi komoditasyang wajib menyertakan laporan surveyor (LS) dan yang masuk dalam larangan terbatas (lartas) ekspor.
Syarat LS, Susiwijono mengakui selama ini cukup membebani eksportir. Sebab, prosesnya memakan waktu lama dan menambah biaya. Tambah lagi, banyak duplikasi LS yang dilakukan kementerian, Lembaga, dan perusahaan inspeksi. Sebut saja, Direktorat Jendral (Ditjen) Bea Cukai, PT Surveyor Indonesia, PT Sucofindo.
Pemerintah, Susiwijoyo bilang, bakal segera memberlakukan kebijakan mengurangi LS dan lartas ekspor. Saat ini, Kementrian Perdagangan (Kemdag) sedang merevisi sejumlah peraturan Menteri perdagangan (permendag) terkait kebijakan wajib LS dan lartas ekspor.
Direktur Jendral Perdagangan Luar Negeri Kemdag Oke Nurwan mengatakan, pihaknya tengah melakukan revisi permendag yang mengatur soal persyaratan LS. Rencananya, pembebasan syarat LS ini akan menyasar tujuh komoditas, yakni minyak kelapa sawit, minyak mentah, batubara, intan kasar, timah, dan kayu.
Meski begitu, penghapusan LS juga harus melihat aspek lain seperti ketentuan perdagangan internasional. Misalnya, kewajiban LS untuk ekspor intan kasar. Ada ketentuan internasional yang mengharuskan sertifikasi oleh surveyor.
Sementara jumlah komoditas yang masuk dalam daftar lartas ekspor tercatat ada 24 jenis. Contoh, bahan galian golongan C, batu mulia,beras, komoditas yang masuk daftar cagar budaya dan CITIES, intan kasar, inti kelapa sawit, karet, kayu komoditas wajib letterof credit (L/C), kopi, serta logam.
Selain simplifikasi ekspor, dalam jangka pendel pendek pemerintah juga fokus meningkatkan efisiensi sektor logistik. Misalnya, dengan mengoptimalkan enforcement sistem delivery order (DO) secara online untuk meningkatkan kualitas arus barang (flow of goods) dan menekan waktu tunggu bongkar muat (dwelling time). “Intinya, perbaikan logistic transportasi barang ini akan terus dilakukan,” tegas Adriyanto.
Denny Surjantoro, Kepala Subdirektorat Informasi dan Komunikasi Ditjen Bea Cukai , menyatakan, lembaganya bakal menindaklanjuti kebijakan itu dengan modifikasi sistem secara otomatis. Sehingga, akan ada notifikasi kepada para eksportir tentang kemudahan yang telah pemerintah lakukan.
Selain itu, ada juga kebijakan reputable trader. Dalam kebijakan ini, Ditjen Bea Cukai bakal memberikan kemudahan terhadap industri yang memiliki reputasi baik dalam ekspor, seperti industri otomotif. sehingga ke depan, percepatan implementasi aturan secara digital dengan sistem pembayaran dalam jaringan (daring) bisa mempermudah ekspor dan impor kendaraan bermotor roda dua dan roda empat. “Jadi kami mengotorisasi trader yang reputable supaya cepat proses ekspornya,” kata Denny.
Ada juga layanan satu atap antar kementerian dan Lembaga bernama Klinik Ekspor. Layanan asistensi ekspor ini khusus membantu mereka yang bertanya soal prosedur ekspor.
Tentu, progam jangka pendek saja engga cukup, perlu kelanjutan lewat progam jangka mengengah dan jangka panjang untuk mendorong ekspor. Jurus pemerintah, misalnya, memperbaiki iklim usaha melalui Online Singel Submission (OSS), memberikan fasilitas insentif perpajakan, mengembangkan progam vokasi, dan memilih komoditas ekspor unggulan.
Beberapa sudah pemerintah lakukan dan mulai berjalan. “Termasuk, penguatan sektor manufaktur akan terus kami lakukan,” kataAdriyanto.
Soal pemilihan komoditas ekspor unggulan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah merumuskan pilihan kelompok industri yang bisa memacu ekspor nasional.
Pertama, kelompok industri prioritas yang terdiri dari industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, elektronik, otomotif, sertakimia.
Kedua, kelompok industri perikanan segar dan olahan, pemesinan umum, furnitur, produk kayu kertas, peralatan kesehatan, industri sepeda.
Susiwijono menuturkan, pemilihan sektor unggulan ini akan pemerintah teruskan dengan memperkuat struktur industri masing-masing bidang yang beorientasi ekspor. “Penguatan struktur industri inilah yang masuk dalam kebijakan jangka menengah dan panjang pemerintah,” ujar dia.
Hanya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto mengatakan, masalah yang industri manufaktur hadapi berbeda-beda tergantung sektornya. Di sektor otomotif contohnya, memerlukan insentif perpajakan semacam pengurangan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) untuk produksi mobil jenis sedan. Begitupun dengan sektor tekstil dan produk tekstil yang masih bermasalah dengan kesulitan penggunaan bahan baku dari dalam negeri.
Sementara di sektor elektronik, pemerintah akan membuat peta jalan untuk panduan penggunaan tingkat komponen dalam negeri (TKDN). Dengan begitu, ada nilai tambah yang industri dalam negeri bisa nikmati. “Jangan sampai pembangunan infrastruktur teknologi kita bangun, tetapi bahan baku masih ketergantungan dari negara lain,” kata Airlangga.
Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menyambut positif perbaikan regulasi ekspor yang sekarang pemerintah sedang siapkan. Namun pemerintah juga harus fokus kepada problem akses pasar sebagai kebijakan bersifat lebih jangka panjang. Selama ini, tujuan utama ekspor hanya ke negara yang itu-itu saja.
Kalau ekspor gencar, maka Presiden bakal rajin mengunggah foto dan cerita soal pelepasan ekspor barang.
Sumber : Tabloid Kontan
Leave a Reply