Pelaku e-Commerce Minta Pengecualian

JAKARTA. Jika tak ada aral melintang, mulai 1 April 2019, Kementerian Keuangan akan memberlakukan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (e-commerce). Aturan ini tentang tata cara dan prosedur pemajakan atas transaksi perdagangan melalui e-commerce.

Salah satu isi aturan adalah mewajibkan penyedia platform marketplace untuk melaporkan rekapitulasi transaksi yang dilakukan pedagang pengguna platform. Hanya, detail pelaporan ini diatur lebih lanjut Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Pajak.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama menjelaskan, sampai saat ini pihaknya masih proses menyusun dan membahas Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang pajak e-commerce ini. Hanya, Hestu belum bisa memastikan kapan Perdirjen Pajak ini akan diterbitkan. “Mudah-mudahan sebelum April 2019, Perdirjennya sudah selesai,” ujar Hestu kepada KONTAN, Minggu (10/2).

IdEA minta e-commerce baru dibebaskan dari kewajiban PMK 210/2018.

Ditjen Pajak masih terus melakukan diskusi dengan pengelola platform marketplace atas penyampaikan identitas pelapak. Namun, dia menegaskan, pelapak tidak wajib memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) saat berjualan di marketplace.

Tak hanya soal identitas, pajak juga membahas teknis pelaporan rekapitulasi transaksi penjualan. Tujuannya agar proses ini tak menyebabkan biaya baru bagi pengelola marketplace. “Termasuk sistem pelaporannya manfaatkan sistem informasi teknologi yang sudah ada,” tambah Hestu.

Pembahasan dengan platform marketplace ini dilakukan supaya implementasi aturan ini bisa berjalan dengan baik. Pajak berharap, akan ada solusi terbaik dari masing-masing pihak.

Meskipun hingga kini Perdirjen Pajak belum kelar, Hestu menegaskan, tak ada kendala perlakuan pajak untuk pelaku e-commerce di plat- form marketplace atau media sosial. Sebab, tidak ada ketentuan baru seperti tarif baru atau objek pajak baru. Aturan ini mengacu pada ketentuan yang sudah berlaku saat ini. “Jadi sama persis dengan model bisnis konvensional,” tandas Hestu.

Asosiasi e-commerce Indonesia ( idEA) mengaku baru sekali bertemu dengan Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai untuk membahas PMK tersebut. “Baru ketemu sekali, Kamis (pekan) lalu,” jelas Ketua Umum idEA Ignatius Untung saat dihubungi, Sabtu (9/2).

Secara teknis aturan teknis PMK berupa (Perdirjen) Pajak dan Dirjen Bea Cukai. Dalam pembahasan Perdirjen tersebut, idEA masih sepakat dengan beberapa ketentuan. “Kalau tidak sesuai dengan kemauan kami, kami akan komplain. Bisa dituruti ya bisa ditunda,” ujar Ignatius. Dalam pembahasan tersebut, IdEA menekankan agar pajak memberikan kemudahan bagi pemain e-commerce baru.

Dalam arti pemain e-commerce dengan omzet yang masih kecil, supaya tidak menekan atau mengurangi jumlah pelaku e-commerce tersebut. “Makanya, kami minta ke pemerintah, agar pemain kecil jangan di minta dulu untuk melaksanakan kewajiban tersebut,” ujar Ignatius.

Ini artinya, butuh perlakukan khusus untuk mereka. Termasuk detail aturan omzet serta rekapitalusasi transaksi atas e-commerce baru. Pada prinsibnya, aturan jangan sampai membuat bisnis susah berkembang.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only