Tren Melancong Menguras Devisa

JAKARTA. Jika Anda peduli dengan keuangan negara, ada baiknya kurangilah berpesiar ke luar negeri. Sebab, aktivitas melancong ke luar negeri turut mendorong keluarnya devisa ke luar negeri dan pada gilirannya menyumbang defisit beraca transaksi berjalan Indonesia atau current account defisit (CAD).

Sebagai gambaran, tahun lalu Indonesia mencatatkan defisit neraca transaksi berjalan US$ 31,1 miliar, rekor terburuk nilai CAD. Salah satu penyumbang defisit adalah neraca jasa yang minus sekitar US$ 7,1 miliar.

Pada neraca jasa tahun lalau, momok utama defisit berasal dari jasa transportasi, yang melonjak 28,9% dari 2017, menjadi US$ 8,84 miliar.Seluruh komponen jasa transportasi melonjak. Mulai dari trasnportasi penumpang, barang dan transportasi lainnya.

Defisit transportasi penumpang melonjak drastis 23,4% dari 2017, menjadi US$ 1,37 miliar. “Ini karena lonjakan jumlah pelancong lokal keluar negeri,” kata Josua Pardede, Ekonom Bank Permata, Senin(11/2).

Bank Indonesia (BI) mencata jumlah orang Indonesia yang bepergian ke luar negeri di tahun lalu naik 7%. Tahun 2017 jumlah pelancong keluar negeri mencapai 9,08 juta orang, tahun lalu naik menjadi 9,76 juta orang. Pelancong ini termasuk wisatawan, perjalanan ibadah, orang berobat, hingga perjalanan bisnis.

Saat bersamaan, jumlah turis asing di Indonesia belum optimal. Tahun lalu, jumlah kunjungan turis asing ke Indonesia sekitar 13,14 juta orang atau di bawah target 14 juta. Ada beberapa alasan mengapa target meleset. Misalnya, efek bencana alam di Lombok serta erupsi gunung berapi.

Padahal seharusnya sektor pariwisata bisa menjadi penyelamat defisit neraca jasa. Minimal bisa mengimbanginya. Lantaran sektor ini bisa mencatat surplus US$ 5,34 miliar atau naik 10,1% dari sebelumnya US$ 4,85 miliar pada tahun sebelumnya.

Karena itulah, Ekonom BCA David Sumual berharap Indonesia belajar dari Thailand. Negeri Gajah Putih ini mengandalkan pariwisata untuk mencetak surplus transaksi berjalan.

Langkah lain yang harus segera dikerjakan adalah segera merealisasikan kebijakan perluasan insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 0% bagi ekspor jasa.  Terutama ekspor jasa teknologi informasi, karena David melihat ada potensi sektor ini untuk mengisi pasar  di luar negeri.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only