Sepi, Ratusan Burung Besi Batal Terbang

Amelia dibantu anaknya menaikkan sebuah koper ke dalam sebuah mobil keluarga. Melihat ukuran koper tersebut, bisa dipastikan Amelia melakukan perjalanan jauh. Benar saja. Perempuan tiga anak itu membawa koper besar karena ingin pulang ke kampung ke Padang dengan mengendarai mobil. Berbeda dengan kebiasaannya, kali ini dia menapak di Lintas Sumatra ketimbang membeli tiket penerbangan yang harganya membumbung tinggi.

Awal tahun 2018, aparatur sipil negara (ASN) ini juga mudik ke Padang, tapi menggunakan jasa maskapai penerbangan swasta. Kala itu,Amelia menghabiskan Rp 6 juta untuk membeli 5 tiket pulang-pergi Bersama suamidan anak-anaknya. Namun kini, anggaran yang sama hanya cukup membayar tiket berangkat saja. “Belum lagi saya mesti bayar bagasi, karena bawa tiga anak,” ujarnya.

Hal yang sama juga dilakukan Zaitin, yang bekerja di Padang tetapi memiliki keluarga di Bandung. Pria yang biasa pulang-pergi Padang-Bandung sekali dalam tiga bulan itu kini memilih naik bus. “Tarif tiket penerbangan sudah tak masuk akal,” kata lelaki yang dulu kerap terbang dengan Lion Air itu.

Ada banyak konsumen transportasi udara seperti Amelia dan Zaitin. Mereka terpaksa mencari transportasi alternative atau menunda keberangkatan. Buntutnya, penerbangan pun sepi. Kondisi ini tercermin dari informasi yang disampaikan Fendrick Sondra, Humas PT Angkasa Pura II Bandara Innternasional Minangkabau (BIM) di Sumatra Barat. “Banyak yang batal. Dari 86 penerbangan, kini hanya tinggal 43 penerbangan per hari,” kata Fendrick.

Menurut Fendrick, pengurangan jumlah penerbangan itu menyebabkan harga tiket bertahan di harga tinggi. Maklum, hukum ekonomi terjadi. Kondisi itu membuat konsumen enggan membeli tiket pesawat. Ditambah dengan kebijakan bagasi berbayar oleh maskapai lowcost carrier (LCC), konsumen penerbangan akhirnya mulai berpaling ke transportasi lain.

Bukan isapan jempol. Fendrick menuturkan, pada periode 1 Januari samapi 23 Januari, jumlah penumpang yang datang dan pergi dari bandara BIM turun drastic sampai 40%. Pada periode itu, ada 557 penerbangan yang dibatalkan. “Pembatalan penerbangan itu berdampak ke bisnis kami,” ujarnya.

            Jumlah rata-rata penumpang pasca kenaikan harga tiket dan bagasi berbayar di Bandara BIM turun menjadi 6.800 orang (pax) dari rata-rata periode yang sama tahun sebelumnya di angka 11.000-an orang. Karena satu penumpang membayar jasa bandara Rp 40.000 ke AP II, maka potensi kehilangan pendapatannya bisa Rp 160 juta per hari atau Rp 4,8 miliar per bulan. “Itu belum menghitung bisnis jasa di bandara yang turun,” kata Fendrick.

            Tak hanya bagi pengelola bandara, potensi kehilangan pendapatan juga dialami perusahaan maskapai. Satu pesawat Boeing 737-800 setidaknya bisa membawa penumpang 189 orang. Jika satu penumpang membayar tiket Rp 750.000 untuk satu penerbangan, maka maskapai bisa mengantongi pendapatan Rp 141,75 juta. Ini belum termasuk pendapatan dari jasa kargo dan jasa bagasi. Artinya, jika ada 557 penerbangan gagal berangkat selama sebulan di Bandara BIM saja, potensi kehilangan pendapatan maskapai bisa mencapai Rp 78,9 miliar per bulan. Ini hanya dari Bandara BIM, belum menghitung pembatalan penerbangan dari bandara lain.

            Kondisi yang tak jauh berbeda sejatinya juga terjadi di bandara Sultan Syarif Kasim (SSK) II di Pekanbaru, Riau. Tahoma Sirait Executive General Manager (GM) Bandara SSK II, mangatakan, selama Januari 2019, jumlah penumpang penerbangan turun 24%. “Dari rata-rata 93 penerbangan per hari, kini rata-rata berkurang 23 penerbangan,”  kata Tahoma.

            Jika satu hari ada 23 penerbangan batal, setidaknya dalam sebulan ada 690 penerbangan yang batal. Dus, potensi kehilangan pendapatan yang dialami pengelola bandara dan maskapai penerbangan mencapai puluhan miliar rupiah per bulan.

            Apalagi, kata Tahoma, hampir semua jenis maskapai membatalkan penerbangan dari dan menuju Pekanbaru. Baik maskapai LCC maupun maskapai full services, seperti Batik Air dan Garuda Indonesia.

            Kelesuhan dan penurunan pendapatan juga terjadi di bisnis kargo udara. Sebab, selain mengangkut penumpang, maskapai penerbangan juga menyediakan ruang kargo berkapasitas 3 ton-4 ton setiap kali mengudara ke bandara tujuan. “Jasa bisnis kargo kami di SSK II turun 30%,” ungkap Tahoma.

            Lesu bisnis kargo juga terjadi di bandara BIM. Perusahaan logistik mengurangi pengiriman barang lewat kargo pesawat. “Karena tarif kargo naik, arus pengiriman barangnya menjadi sepi,” jelas Fendrick.

            Kondisi yang tak jauh berbeda juga terjadi di Bandara Sultan Hassanuddin Makassar. Dian Permata Sari, Humas Angkasa Pura I Bandara Sultan Hasanuddin Makassar, menjelaskan, penurunan penumpang penerbangan di Makassar sudah terasa sejak libur Natal dan Tahun Baru 2019 (10 hari). Saat itu, penurunan penumpang sudah mencapai 11,4%.

            Rupanya penurunan penumpang semakin dalam pada Januari 2019  di banding periode yang sama tahun lalu, ada penurunan penumpang 14,3% menjadi 916.347 orang.

            Penurunan jumlah penumpang dibenarkan oleh pihak Lion Air. Meski demikian, Danang Mandala Prihantoro Corporate Communications Strategic Lion Air, tidak memberikan detail penurunan jumlah penumpang yang berimbas kepada pembatalan penerbangan ke sejumlah rute. “Saat ini musim low season,” jawab Danang.

            Pendapat senada juga diatarakan Vice President Corporate Secretary Garuda Indonesia, Ikhsan Rosan. “Penurunan penumpang bukan karena ada masalah harga tiket,” ujarnya. Maka itu, imbuh Ikhsan, pengurangan penerbangan pengurangan penerbangan oleh Garuda karena low season. Pengurangan itu dilakukan untuk rute tertentu, termasuk rute Jakarta-Padang.

            “Kami memiliki data historis. Pembatalan terbang pada rute tertentu sudah kami rencanakan. Misalnya, rute Jakarta-Padang yang kami kurangi dari enam penerbangan menjadi lima penerbangan saja,” jelas Ikhsan.

                        Terkait dengan potensi kehilangan pendapatan dari pengurangan pendapatan itu, Ikhsan tak banyak berkomentar. Ia menjelaskan, awal tahun memang sepi, namun nanti akan terbayar di akhir tahun atau di masa peak season.

            Soal harga tiket maskapai yang kini berada di batas atas, Ari Askhara, Ketua The Indonesian National Air Carries Association (INACA), mengatakan, tarif tersebut masih sesuai dengan regulasi yang berlaku. Tarif tersebut juga menyesuaikan komponen pengeluaran bisnis penerbangan, seperti harga avtur,  biaya leasing, dan lainnya.

            Saat penumpang domestic lesu, pengelola dan maskapai bandara masih bisa bernafas lega. Sebab penumpang untuk rute internasional relatif masih stabil. Bahkan di beberapa bandara, seperti di bandara BIM, terjadi kenaikan jumlah penumpang rute internasional , meski tak signifikan.

            Hanya saja, kenaikan penumpang internasional terjadi karena ada beberapa pengguna jasa penerbangan yang memilih terbang ke Singapura atau Kuala Lumpur dulu, sebelum lanjut ke kota tujuan di Jawa. Hal ini dilakukan agar mendapatkan harga tiket yang lebih murah. “Mereka ke luar negeri sebelum ke Jawa. Selain murah, mereka bisa jalan-jalan,” terang Fendrick.

            Perlu diketahui, penerbangan ke Kuala Lumpur atau Singapura lebih murah karena penerbangan tidak dikenakan beban pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10%. Selain itu, pengamat penerbangan  Alvin Lie bilang, tiket ke Singapura lebih murah karena ada mekanisme promosi, untuk memanfaatkan kursi penerbangan yang tersisa agar tidak kosong.

Sumber Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only