Pelemahan Dollar AS Tak Surutkan Produksi PBRX

JAKARTA. Tahun ini, keperkasaan dollar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah tak sehebat tahun lalu. Meski demikian, hal itu tak menyurutkan langkah produsen garmen PT Pan Brothers Tbk untuk tetap menggenjot produksi.

Tahun ini, emiten berkode saham PBRX di Bursa Efek Indonesia (BEI) itu bakal mengalokasikan dana senilai US$ 17 juta. Dari jumlah itu, senilai US$ 5 juta akan digunakan untuk meningkatkan kapasitas produksi di pabrik Tasikmalaya. Adapun US$ 12 juta lagi untuk modernisasi, otomatis dan digitalisasi. Artinya, ekspansi greenfield PBRX di Tasikmalaya akan menambah kapasitas produksi setara 6 juta potong polo shirtper tahun dan diperkirakan efektif pada semester kedua tahun ini.

Sejatinya, penguatan dollar AS terhadap rupiah sangat berpengaruh terhadap pendapatan PBRX. Hal itu lantaran penjualan produk Pan Brothers berorientasi ekspor, sehingga ketika kurs dollar AS di akhir tahun lalu menguat, perusahaan ini diperkirakan memperoleh keuntungan yang signifikan.

Hanya saja, keadaan di awal tahun ini berbeda. Kurs dollar AS terhadap rupiah tidak sekuat akhir tahunlalu. Kendati begitu, manajemen Pan Brothers mengaku tak terlalu ambil pusing.

Wakil Direktur Utama PT Pan Brothers Tbk, Anne Patricia Sutanto, mengatakan walau PBRX memiliki pendapatan dari dollar AS, pengeluaran perusahaan ini juga sebagian besar dalam jumlah dollar AS. “Yang penting bagi kami, kurs stabil agar saat pricing (penentuanharga) kami tahu harus dimana,” terang dia kemarin.

Salah satu pengeluaran PBRX dengan menggunakan dollar AS berasal dari bahan baku seperti jenis synthetic woven atau tekstil sintesis. Material tersebut mengisi 70%-80% kebutuhan produksi pabrikan dan sebagian besar masih berasal dari impor.

Sebelumnya PBRX memang berencana membangun pabrik bahan baku tersebut. Namun rencana itu masih tertunda lantaran PBRX harus wait and see terhadap situasi pasar global sekarang ini.

Menurut Anne, selama ini ongkos produksi masih dapat ditangani sehingga tidak sampai membebani perusahaan terlalu tinggi. Alhasil, dia tidak terlalu muluk-muluk menyimpulkan apakah dengan menguat atau melemahnya kurs membuat mereka bertambah untung atau merugi.

“Walau naik atau tidak, belum bisa dikatakan untung atau rugi. Kami hanya mengharapkan fluktuasi nilai kurs tidak seketika, paling tidak dapat terukur, sehingga tidak sampai panik,” kata Anne.

Sekalipun penguatan dollar AS tak segagah tahun lalu, manajeman Pan Brothers memproyeksikan penjualan disepanjang tahun ini tumbuh di kisaran 10%-20% dibandingkan tahun lalu.

Pertumbuhan penjualan tersebut juga akan didorong oleh peningkatan penjualan ekspor. Sebelumnya, manajemen Pan Brothers telah melaksanakan penandatanganan perjanjian antara Indonesia dan negara yang tergabung dalam European Free Trade Association (EFTA).

Perjanjian tersebut membuka peluang PBRX untuk melakukan ekspor ke negara anggota EFTA. Ditambahkan penghapusan biaya masuk sebesar 98%-99% untuk produk tekstil.

Anne bilang, langkah tersebut tidak hanya memudahkan biaya masuk, tetapi juga membuka kesempatan produsen lokal Indonesia mampu berbisnis secara berkelanjutan di pasar global yang lebih luas.

Apalagi PBRX optimis produksi garmen mereka tak kalah dibandingkan produk garmen dari negara kompetitor lainnya. Sebelumnya, manajemen PBRX menargetkan kapasitas produksi garmen pada tahun ini mencapai 96 juta potong (pieces/pcs).

Berdasarkan laporan keuangan PBRX pada tahun 2018 yang belum di audit, manajemen optimis dapat memperoleh pendapatandi atas US$ 600 juta.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only