Utang Naik, Rasio Keuangan Aman

JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemkeu) kembali menambah utang luar negeri (ULN). Ini melalui penerbitan surat utang global, yakni Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk wakalah global untuk pembiayaan berkelanjutan (green sukuk) senilai US$ 2 miliar.

Sukuk ini terbit dalam dua seri. Pertama senilai masing-masing US$ 750 miliar bertenor tenor 5,5 tahun dengan imbal hasil sebesar 3,9%. Kedua, senilai US$ 1,25 miliar dengan tenor 10 tahun dan imbal hasil sebesar 4,45%.

Sukuk Wakalah Global ini juga telah memperoleh peringkat Baa2 oleh Moody’s Investor Service, BBB oleh S&P Global Ratings, serta BBB oleh Fitch Ratings. Setlemen akan dilaksanakan 20 Februari 2019 di Bursa Saham Singapura dan Nasdaq Dubai.

Direktorat Jendral Pengelolaan Pembiayaan dan Resiko (DJPPR) Kemkeu, dalam keterangan tertulis Rabu (14/2) mengumumkan, subuk ini mengalami over subscribed alias kelebihan permintaan hingga 3,8 kali. Penetapan harga (pricing) Sukuk Wakalah Republik adalah 25-30 bps lebih rendah dibanding dengan indikasi pricing awal (initial pricing guidance) untuk kedua seri.

Sukuk Wakalah bertenor 5,5 tahun ditunjukan sebagai penerbitan sukuk hijau (green sukuk) kedua, dalam rangka pembiayaan perubahan iklim. Sebagai penerbit Sovereign Green Sukuk global pertama, pemerintah berkomitmen pada Perjanjian Iklim Paris 2016 melalui beberapa proyek pelestarian lingkungan. Selain itu pemerintah ingin menarik investor asing beralih ke praktik korporasi berkelanjutan, khususnya berbasis Syariah melalui penerbitan instrument utang seperti sukuk ini.

Project Consultan Asian Development Bank, Erick Sugandi menilai, penerbitan SBSN ini masih wajar dan dalam koridor pembiayaan defisit  APBN 2019. “Ini tentunya akan tercatat sebagai utang luar negeri baru dalam SULNI (Statistik Utang Luar Negeri Indonesia). Dengan melihat rasio terhadap PDB nominal, risikoutang luar negeri pemerintah masih terkendali,” ujar Eric, Kamis (14/2).

Eric menambahkan, penerbitan SBSN dalam denominasi dollar AS cukup baik, sehingga tidak melewati proses konversi valuta asing terhadap rupiah dan sebaliknya. Ini juga akan menambah cadangan devisa.

Sedangkan Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Pieter Abdullah Redjalam menyebut, penerbitan green sukuk akan menambah jumlah ULN. Tapi, hal ini sudah memperhitungkan pelunasan utang yang jatuh tempo dan dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pemerintah dan DPR.

Selain itu, meski ULN naik, risiko utang pemerintah masih sangat terukur. Peningkatan utang tidak banyak menambah utang pemerintah masih berkisar 30% dari PDB.

Sementara, Ekonom Maybank Myrdal Gunarto melihat posisi utang luar negeri pemerintah Indonesia masih aman lantaran rasio terhadap PDB masih rendah, dan prospek volatilitas dollar AS terhadap rupiah yang lebih rendah karena The Fed terlihat lebih dovish dalam beberapa tahun ke depan. “Utang ini masih manageable,” kata Myrdal.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only