Restitusi Dipercepat, Penerimaan PPN Januari Tumbuh Negatif 9,2%

Kementerian Keuangan mencatat penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada Januari lalu mencapai Rp 29,3 triliun atau tumbuh negatif 9,2% dibandingkan periode sama tahun lalu. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penurunan penerimaan PPN terjadi lantaran adanya kebijakan percepatan restitusi pajak.

“Restitusi ini menjelaskan kenapa PPN dibanding tahun lalu mengalami penurunan karena restitusi yang lebih cepat dan lebih banyak,” kata dia saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu (20/2).

Adapun penerimaan PPN tersebut mencapai 4,5% dari target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 655,4 triliun. Capaian tersebut lebih rendah dibandingkan Januari 2018 yang mencapai 5,9% dari target.

Sementara berdasarkan jenis pajaknya, PPN dalam negeri mencapai Rp 14,99 triliun atau tumbuh negatif 19,5% dibandingkan periode sama tahun lalu. Sementara, PPN impor mencapai Rp 13,83 triliun atau tumbuh 6%, lebih lambat dibandingkan Januari 2018 yang tumbuh 24,9%.

Secara sektoral, percepatan restitusi berdampak pada penerimaan industri pengolahan yang mencapai Rp 16,77 triliun. Realisasi ini tumbuh negatif 16,2% dibandingkan periode sama tahun lalu.

Sri Mulyani mengatakan, percepatan restitusi merupakan salah satu fasilitas untuk membuat pengusaha nyaman. Adapun, percepatan tersebut diutamakan untuk wajib pajak yang memiliki reputasi baik. Oleh karena itu, permintaan restitusi PPN mengalami peningkatan. “Ini menunjukkan pelayanan lebih baik bagi dunia usaha,” ujar dia.

Restitusi PPN hingga Januari 2019 mencapai Rp 16,4 triliun atau meningkat 40,66% dibandingkan Januari 2018 sebesar Rp 11,6 triliun. Pertumbuhan tersebut juga meningkat dibandingkan pertumbuhan Januari 2018 sebesar 14,10%.

Secara rinci, subsektor utama yang melakukan restitusi berasal dari industri sawit sebesar Rp 3,6 triliun, industri logam daar Rp 2,2 triliun, dan pertambangan Rp 2 triliun. Kemudian, restitusi juga berasal dari industri kertas Rp 1,4 triliun dan industri kendaraan Rp 1,3 triliun.

Restitusi tersebut tersebar di beberapa kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak, yaitu Large Tax Office (LTO) sebesar Rp 7,2 triliun, Jakarta khusus sebesar Rp 2,1 triliun, Sumatera utara I Rp 1,5 triliun, dan Jakarta Selatan 1 Rp 1,5 triliun.

Adapun, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan fasilitas percepatan restitusi pajak memberikan dukungan pada aktivitas bisnis. “Jadi logika restitusi dipercepat sudah benar,” kata dia.

Dengan kata lain, beban pengembalian PPN yang seharusnya dikembalikan di 2019, sebagian telah dikembalikan pada 2018. Ia pun mengatakan, penerimaan pajak tidak akan berdampak dengan adanya percepatan restitusi tersebut.

“Kalau restitusi dipercepat, kan hanya time different (pengembalian PPNnya),” ujar dia.

Sebelumnya, Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Ditjen Pajak Yon Arsal mengatakan fasilitas ini memberikan dampak positif bagi wajib pajak maupun Ditjen Pajak. Wajib pajak yang melakukan restitusi dapat menerima kembali dananya serta dapat meningkatkan arus kas. Sementara bagi Ditjen Pajak, proses yang cepat membuat para pegawai dapat melakukan kegiatan lainnya yang lebih produktif.

Ke depan, ia memperkirakan lonjakan percepatan restitusi tidak akan terjadi. “Harusnya tahun ini normal lagi, setidaknya pada Mei,” ujarnya.

Sumber: katadata.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only