MA Minta KY Permudah Syarat Hakim Agung Pajak

JAKARTA. Mahkamah Agung (MA) terus berupaya mencari Hakim Agung Pajak. Pasalnya, hingga saat ini MA hanya punya satu Hakim Agung yang menangani kasus-kasus sengketa perpajakan. Akibatnya perkara hukum yang berkaitan dengan sengketa pajak terus meningkat tiap tahun.

Ketua MA Hatta Ali menjelaskan, idealnya MA butuh tambahan dua atau tiga hakim yang mengurusi kasus pajak. “Kami sudah menyurati Komisi Yudisial (KY) untuk menyeleksi Hakim Agung khusus untuk perkara pajak, tapi hingga kini belum terealisasi,” ujar Hatta, Rabu (27/2).

Hatta berharap, KY mempermudah persyaratan bagi calon hakim agung pajak, terutama untuk jalur non-karier. Sedangkan, untuk hakim karier ia juga berharap syaratnya bisa diubah, agar bila ada hakim yang berminat mengisi posisi Hakim Agung pajak bisa terakomodasi.

Hatta menegaskan, posisi hakim pajak membutuhkan orang yang memiliki keahlian khusus di bidang perpajakan. Hanya saja, upaya pencarian sejak tahun 2017 lalu hingga kini selalu terbentur aturan.

Seperti diketahui, calon Hakim Agung haruslah memiliki latar belakang pendidikan hukum. Sedangkan, umumnya para ahli perpajakan yang memahami masalah hukum perdata perpajakan justru berpendidikan ekonomi. “Kami minta ke KY untuk berikan dispensasi, yang penting dia punya latar belakang sarjana hukum, kalau Strata-2 (S2) nya ekonomi, silahkan saja diseleksi.” ujar Hatta.

Sementara itu, Komisioner KY Sukma Violetta menjelaskan, persyaratan calon Hakim Agung sudah diatur Undang-Undang No 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung.

Karena itu, sejumlah calon Hakim Agung yang memiliki kompetensi dan pengetahuan di bidang pajak kerap kandas saat mengikuti seleksi, lantaran mereka punya gelar sarjana ekonomi dan bukan sarjana hukum yang menjadi syarat utama untuk menjadi Hakim Agung. “UU MA tidak memberikan toleransi, calon hakim harus sarjana di bidang hukum,” ucapnya.

Sekadar informasi, sepanjang 2018 lalu MA menerima sebanyak 3.018 perkara pajak. Jumlah ini naik dibandingkan tahun 2017 yang mencapai 2.187 perkara. Dari total perkara 2018 itu, baru sekitar 30,44% yang sudah diputus.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only