Revisi Beleid PPnBM Kelar Semester I

Aturan PPnBM berbentuk peraturan menteri keuangan akan diubah dalam bentuk peraturan pemerintah

JAKARTA. Pemerintah tengah menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) untuk mengatur perubahan skema Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) kendaraan bermotor. Pemerintah menargetkan beleid baru ini bisa kelar dan terbit pada Semester I-2019.

Selanjutnya aturan yang sudah dikonsultasikan dengan DPR ini, akan berlaku efektif pada awal tahun 2021. Tujuannya agar bisa memberikan waktu kepada pelaku industri untuk melakukan penyesuaian dengan teknologi yang mereka miliki.

Sebagai gambaran, pemerintah akan memberlakukan PPnBM berdasarkan tingkat konsumsi bahan bakar dari kendaraan tersebut. Semakin irit mobil tersebut maka tarif PPnBMnya makin rendah.

Selain mengukur dari tingkat efisiensi penggunaan bahan bakar, tarif juga dikenakan berdasarkan emisi gas buang karbon dioksida (CO2) dari kendaraan tersebut. Semakin rendah emisi karbon, tarif PPnBM makin kecil. Sebaliknya semakin tinggi karbon yang dihasilkan dari pembakaran mesin mobil tersebut, maka tarif PPnBM juga makin gede.

Sri Mulyani menyebut, perubahan skema ini agar bisa mendorong industri otomotif dalam negeri untuk memproduksi kendaraan yang rendah emisi termasuk mobil listrik.

Bahkan, pemerintah memberikan insentif bagi kendaraan bermotor hemat energi dan harga terjangkau (KBH2), Hybrid Electric Vehicle (HEV), Plug in HEV, Flexy Engine, Electic Vehicle.

“Dengan adanya perbedaan treatment, kami berharap produksi sedan dengan tarif PPnBM lebih rendah bisa mendorong industrialisasi di dalam negeri,” tutur mantan direktur Bank Dunia ini.

Cukai lebih sesuai

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, rencana pemerintah untuk mengubah beleid PPnBM otomotif patut mendapatkan apresiasi. Apalagi, pemberian insentif terhadap setiap upaya pengurangan emisi karbon saat ini sudah menjadi tren global.

Namun demikian ia berpendapat, penerapan cukai terhadap kendaraan bermotor yang menghasilkan emisi karbon tinggi lebih tepat dibandingkan insentif PPnBM.

“Sebab administrasinya lebih mudah, dan tepat sasaran, dibanding kan dengan pemberian insentif berupa pengenaan tarif PPnBM yang lebih rendah terhadap kendaraan dengan emisi karbon rendah atau ramah lingkungan,” terang Yustinus.

Ia menjelaskan, hakekat dari cukai merupakan instrumen yang tepat untuk pengendalian konsumsi, dalam hal ini pembatasan pembelian kendaraan yang boros bahan bakar. Selain itu bisa bertujuan untuk mengendalikan produk yang memiliki dampak negatif yakni emisi CO2.

Sementara instrumen PPnBM justru bertujuan mengatur konsumsi atas barang yang bersifat mewah demi memenuhi rasa keadilan masyarakat. Karena itu, PPnBM juga masih bisa dijadikan instrumen insentif fiskal, walau berpotensi tidak sesuai dengan karakteristik dan skema PPnBM tersebut.

“Hal ini misalnya terhadap kendaraan yang harganya mahal tapi berteknologi tinggi dan rendah emisi. Satu-satunya klausul yang dapat digunakan adalah nilai guna bagi masyarakat,” ujar Yustinus.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only