Konsumsi dan Investasi Imbangi Lesunya Ekonomi

ADB memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2019 sebesar 5,2% dan 2020 5,3%.

JAKARTA. Perekonomian global diperkirakan belum akan membaik sepanjang tahun ini. Sejumlah lembaga internasional pun beramai-ramai memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global sejalan dengan lesunya laju pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan China.

World Bank misalnya, memangkas prediksi pertumbuhan ekonomi global dari sebelumnya 3% menjadi 2,9% di tahun ini. Bahkan, Internasional Monetary Fund (IMF) bakal memangkas lagi proyeksi pertumbuhan ekonomi global setelah pemangkasan proyeksi Januari lalu dari awalnya 3,9% jadi 3,5% untuk 2019.

Perlambatan ekonomi global ini, turut menyeret pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sejumlah lembaga juga memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dalam negeri menjadi lebih rendah. Salah satunya, Moody’s Investor Service yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia turun ke bawah 5% seiring melambatnya laju pembangunan infrastruktur 2019.

Asian Development Bank (ADB) dalam laporan terbarunya memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada level 5,2% di 2019 dan meningkat ke 5,3% di tahun 2020 mendatang. Di tengah lesunya ekonomi global, ADB meyakini Indonesia masih positif lantaran permintaan domestik Indonesia kuat dan investasi yang membaik.

Perampingan administrasi pajak makin mendukung sentimen positif.

“Dengan manajemen makroekonomi yang solid dan permintaan domestik yang kuat, momentum pertumbuhan Indonesia diharapkan berlanjut secara sehat,” kata Direktur ADB untuk Indonesia Winfried Wicklein, (3/4).

Pendorong permintaan domestik tetap kuat dalam jangka pendek lantaran meningkatnya lapangan kerja di sektor formal dan di perluasnya program bantuan sosial pemerintah. Terlebih pada paruh pertama 2019, konsumsi mendapat dorongan tambahan dari pengeluaran menjelang pemilu nasional 17 April.

Tidak hanya itu, permintaan domestik juga didorong oleh konsumsi sektor swasta yang berasal dari peningkatan berkelanjutan dalam akses rumah tangga terhadap kredit. Empat tahun terakhir, pinjaman usaha dari rumah tangga mencatatkan pertumbuhan hamoir empat kali lipat. Yakni, dari 8,2% di tahun 2014 menjadi 28,7% pada tahun 2018.

Sementara kuatnya investasi, didorong oleh proyek infrastruktur publik di bidang transportasi dan energi. Pertumbuhan sektor industri juga terdorong meningkatnya output dari pertambangan, ekspor seperti pakaian jadi serta alas kaki yang juga menguat. “Perbaikan iklim investasiseperti perampingan administrasi pajak dan penyederhanaan perizinan usaha seharusnya makin mendukung sentimen positif investor,” begitulah bunyi laporan ADB.

Manufaktur jadi kunci

Meskipun demikian, pertumbuhan ekonomi dalam negeri tetap memiliki risiko. Risiko tersebut umumnya disebabkan faktor eksternal, seperti meningkatnya ketegangan global dan volatilitas pasar keuangan internasional, serta kemungkinan terjadinya kekeringan akibat El Nino.

Menurut ADB, industri manufaktur menjadi salah satu kunci penting bagi Indonesia menembus pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Tanpa perbaikan dan perkembangan sektor manufaktur, pertumbuhan ekonomi aktual Indonesia akan tetap sulit mengejar potensi pertumbuhan yang diperkirakan berada di kisaran 5,5%-6,3% pada periode 2020-2024.

Selain itu ADB melihat transformasi sektor manufaktur Indonesia memiliki satu hambatan utama, yaitu perusahaan manufaktur yang 99% didominasi oleh usaha mikro dan kecil. Sebab mereka umumnya memiliki produktivitas yang sangat rendah dan kurang mampu mengadopsi kemajuan teknologi.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only