Ekonom UI: Harus lebih terbuka ke investasi, uang tidak memiliki kewarganegaraan

JAKARTA. Nilai produk domestik bruto (PDB) per kapita Indonesia tahun 2018 sebesar Rp 14.837,4 triliun atau setara US$ 1,05 miliar. Ekonom Universitas Indonesia (UI) Febrio Kacaribu menjelaskan nilai tersebut menunjukkan Indonesia sebagai negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara.

Bila dibandingkan dengan Thailand, jelas Febrio mengutip data World Bank 2017, PDB nominal negara gajah tersebut hanya 40% dari PDB Indonesia. Pun dengan Singapura, Malaysia, dan Filipina yang memiliki PDB nominal lebih rendah dari Indonesia.

Kendati demikian, Febrio menilai Indonesia masih menganut ekonomi tertutup. Dampaknya, nilai tukar Rupiah dan defisit transaksi berjalan alias current account deficit (CAD) tidak stabil.

Padahal “Semakin ekonomi terbuka, semakin ekonomi kita stabil,” jelas Febrio Kacaribu dalam diskusi bertajuk Economic Outlook for Southeast Asia, China and India 2019 yang diselenggarakan oleh LPEM FEB UI, Kamis (11/4).

Dia menjelaskan, dengan ukuran ekonomi yang terbesar di ASEAN, keterbukaan Indonesia hanya 40%. Sedangkan Malaysia mencapai 136%, Thailand mencapai 123% dan Vietnam mencapai 200%.

Walhasil, nilai tukar Rupiah lebih bergejolak dibandingkan dengan tiga negara tersebut. Pun, transaksi berjalan di Indonesia juga tidak stabil bila dibandingkan Malaysia dan Thailand yang menunjukkan tren surplus.

Keterbukaan ekonomi adalah rasio perdagangan terhadap PDB. Febrio menjelaskan untuk meningkatkan keterbukaan ekonomi, Indonesia perlu meningkatkan investasi langsung alias foreign direct investment (FDI). “Saat banyak investasi kita akan memiliki banyak produksi,” imbuh dia.

Sayangnya saat ini Indonesia juga belum ramah terhadap investasi asing. Febrio memberi perandaian dari US$ 100 juta, hanya US$ 5 juta investasi dari asing. Ini tentunya mempengaruhi perputaran uang.

Semakin kecil modal atau investasi yang masuk maka perputaran semakin kecil dan pasar menjadi tipis. “Kita harus lebih terbuka terhadap investasi, uang itu tidak memiliki kewarganegaraan,” jelas dia.

Kendati demikian, Indonesia harus bisa menarik investasi yang berorientasi ekspor sehingga tidak lagi kecolongan malah memperparah impor.

Selain FDI, investasi yang masuk ke Indonesia ada yang dalam jangka pendek yakni investasi portofolio. Kerap kali, investasi portofolio disalahkan sebagai penyebab CAD dan penekan Rupiah sebab pergerakannya yang cepat.

Febrio menjelaskan, untuk menangani ini, Indonesia justru jangan menutup diri dari investasi portofolio. Keberadaan investasi portofolio sangat penting di pasar keuangan, jika ini dihalangi FDI bisa ikut lemah. “Karena mereka butuh fasilitas investment di pasar keuangan. Jadi harus kita buka juga,” imbuh dia.

Hanya saja, perlu ada upaya untuk menahan laju keluar investasi portofolio. Salah satunya adalah dengan reverse tobin tax yang saat ini masih dikaji oleh pemerintah.

Jadi saat negara maju seperti Amerika Serikat (AS) menawarkan suku bunga yang lebih tinggi, pemilik dana portofolio tidak langsung cepat-cepat menarik dananya.

Sumber : kontan.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only