Rokok Mengepulkan Setoran Cukai

Penerimaan Ditjen Bea dan Cukai kuartal I 2019 tumbuh hingga 73%.

Jakarta. Realisasi Pendapatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 memang melamat secara tahunan atau year on year (yoy). Tak semua jenis penerimaan tumbuh lambat.

Salah satu penerimaan yang melesat dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Hingga Maret, penerimaan bea dan cukai tumbuh 73% yoy. Cukai rokok mengepulkan penerimaan cukai.

Dari peneriman bea dan cukai Rp 30,97 triliun, penerimaan cukai berkontribusi Rp 21,35 triliun. Nilai paling besar dibandingkan penerimaan bea dan cukai lain.

Kepala Subdirektorat Jenderal (Kasubdit) Humas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Deni Surjantoro menjelaskan, lonjakan penerimaan cukai hasil tembakau tumbuh 189,14% yoy. “Hal ini disebabkan oleh pergeseran pola pelunasan pembelian pita cukai, sebagai dampak penerapan PMK 57/PMK.04/2017,” tandas Deni kepada KONTAN, Selasa (23/4).

PMK 57/2017 mengatur tentang Penundaan Pembayaran Cukai untuk Pengusaha Pabrik atau Importir Barang atau Cukai yang Melaksanakan Pelunasan dengan Cara Peletakan Pita Cukai.

Penundaan diberikan dalam jangka waktu dua bulan terhitung sejak tanggal dokumen pemesanan pita cukai untuk pengusaha pabrik dan satu bulan terhitung sejak tanggal dokumen pemesanan pita cukai untuk Importir.

Ini berbeda dengan aturan sebelumnya. Aturan sebelumnya, pelunasan cukai rokok biasanya berlangsung pada pekan kedua Desember.

Selain itu, program Penertiban Cukai Berisiko Tinggi (PCBT) dalam mengurangi peredaran rokok ilegal juga turut mendorong penerimaan cukai. Tahun ini, Bea Cukai menargetkan peredaran rokok ilegal sebesar 3%. Jumlah itu lebih kecil dibandingkan perkiraan rokok ilegal yang beredar tahun lalu sebesar 7%.

PCBT juga turut mendongkrak penerimaan bea masuk. Hingga Maret, penerimaan bea masuk tercatat sebesar Rp 8,54 triliun atau tumbuh 1,56%. Ini lantaran impor ilegal berkurang.

Namun, meski penerimaan cukai dan bea masuk tercatat tumbuh, penerimaan bea keluar justru tercatat tumbuh negatif. Penerimaan bea masuk menurun sebesar 24,76% yoy menjadi Rp 1,08 triliun.

Deni menerangkan turunnya kinerja ekspor nasional khususnya komoditas tembaga dan belum membaiknya harga komoditas primadona ekspor terkena bea keluar menjadi penyebab turunya penerimaan bea keluar.

Meski begitu, Deni berpendapat penerimaan bea keluar sudah mampu mencapai 24,34% dari target 2019 yang sebesar Rp 4,42 triliun. “Capaian bea keluar terhadap target merupakan yang tertinggi dibandingkan komponen penerimaan lain,” ujar Deni.

Cukai masih tetap

Kenaikan pendapatan cukai hasil tembakau tidak sejalan dengan kondisi pelaku industri. Menurut Philip Morris International, penjualan industri rokok pada kuartal I 2019 sebesar 68,7 miliar batang, turun 0,8% yoy. Hanya, KONTAN belum berhasil mendapat penjelasan dari Gabungan Pengusaha Rokok Indonesia (Gaprindo) atas data ini.

Namun, perhitungan para analis, penjualan rokok sepajang tahun ini bakal meningkat. Ini lantaran pelaksanaan pemilu dan tarif cukai rokok yang masih sama seperti tahun sebelumnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani pun menegaskan hingga saat ini belum ada keputusan untuk menaikkan tarif cukai tembakau. “Untuk cukai kita masih tetap dengan keputusan yang ada saat ini,” kata Sri Mulyani.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only