Pada 2025, Mobil Listrik Bisa 20% & Hemat Devisa Rp 789 T

Jakarta – Seiring berkembangnya tren industri mobil listrik di kancah global, Indonesia menargetkan produksi mobil bertenaga listrik bisa mencapai 20% dari total produksi pada tahun 2025. 

“Artinya, nanti ada 400 ribu unit. Beberapa dari mereka memang sudah investasi di Indonesia, dan sepertinya akan mulai investasi di electric vehicle dalam satu hingga dua tahun mendatang,” ujar Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto melalui keterangan resminya, Sabtu (11/5/2019).

Selepas 2025, lanjut Airlangga, targetnya akan dinaikkan menjadi 30% pada 2030. Target tersebut, diharapkan menopang tujuan untuk menekan emisi gas rumah kaca sebesar 29% pada 2030 sekaligus menjaga kemandirian energi nasional.

“Sebab, energi baru terbarukan Indonesia semakin berkembang, seperti minyak sawit yang bisa diolah menjadi green diesel 100% hingga avtur. Gasifikasi batubara juga bisa jadi alternatif,” tuturnya.

Airlangga menyebut, pengembangan kendaraan listrik akan dapat mengurangi ketergantungan pada pemakaian BBM serta mengurangi ketergantungan pada impor BBM. Hal ini berpotensi menghemat devisa sekitar Rp 789 triliun.

Sejumlah pihak optimistis Indonesia mampu mengembangkan dan mengaplikasikan teknologi bahan bakar hijau untuk kendaraan. Pemanfaatan teknologi canggih, diyakini dapat membantu menyikapi kebutuhan energi alternatif. Selain sawit, Indonesia juga berpeluang mengembangkan energi dari ganggang guna menjadi bahan bakar.

“Indonesia juga akan mengandalkan cadangan bijih nikelnya yang melimpah, sebagai bahan baku utama dalam pembuatan baterai kendaraan atau peralatan listrik, sekaligus menjadikannya sebagai daya tarik investasi bagi perusahaan asing yang ingin memperluas produksi,” terangnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan, upaya mengolah sumber daya alam melalui kebijakan hilirisasi industri telah mampu meningkatkan nilai tambah. Selain dapat menstabilkan harga komoditas, hilirisasi juga dipacu untuk menyubtitusi impor bahan baku.

Indonesia akan memiliki pabrik yang memproduksi material energi baru dari nikel laterit. Ini melalui investasi PT QMB New Energy Materials di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Sulawesi Tengah, yang ditargetkan akan beroperasi pada pertengahan 2020.

Proyek industri smelter berbasis teknologi hydrometallurgy tersebut akan memenuhi kebutuhan bahan baku baterai lithium generasi kedua nikel kobalt yang dapat digunakan untuk kendaraan listrik. Total investasi yang ditanamkan sebesar US$ 700 juta dan akan menghasilkan devisa senilai US$ 800 juta per tahun.

Mobil Listrik Masa Depan Transportasi Indonesia

Airlangga menambahkan, strategi dalam mendukung pengembangan LCEV, di antaranya melalui pemberian insentif fiskal berupa tax holiday atau mini tax holiday untuk industri komponen utama, seperti industri baterai dan industri motor listrik (magnet dan kumparan motor). Insentif ini diyakini dapat meningkatkan investasi masuk ke Indonesia.

“Kemudian, kami juga telah mengusulkan insentif super deductible tax sampai dengan 300% untuk industri yang melakukan aktivitas litbang dan desain, serta 200% untuk industri yang terlibat dalam kegiatan vokasi,” pungkas Airlangga.

Sumber : cnbcindonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only