Terimbas Perang Dagang, Pertumbuhan Ekonomi Diprediksi Hanya 5,1 Persen

JAKARTA – Panasnya hubungan antara Amerika Serikat (AS) dan China diyakini akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional. Apalagi, AS telah menaikkan tarif impor China menjadi 25 persen pada akhir pekan lalu.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini diproyeksikan hanya akan mencapai sekitar 5,1 persen atau di bawah dari target pemerintah yang di patok dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2019 sebesar 5,3 persen.

“Pertumbuhan ekonomi diperkirakan bergerak stagnan di kisaran 5 persen sampai 5,1 persen karena salah satunya dampak itu [perang dagang],” ujarnya kepada Bisnis, Minggu (12/5/2019).

Menurutnya, hal itu lantaran juga terlihat dari kinerja ekspor pada kuartal pertama tahun ini secara year on year negatif. Kata dia, posisi Indonesia dalam rantai pasok global tidak diuntungkan dengan adanya eskalasi trade war antara AS-China tersebut.

“Sebagai eksportir bahan baku dan setengah jadi, kedua negara, AS dan China, imbasnya permintaan turun. Harga komoditas utama ekspor juga rendah,” ujarnya.

Pada sisi lain, lanjut Bhima, net ekspor tertekan oleh lonjakan impor akibat peralihan pasar kelebihan produksi China ke negara berkembang. “Impor besi baja kita naik signifikan setelah trade war,” ujarnya.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution masih optimistis target pertumbuhan ekonomi tahun ini sebesar 5,3 persen tetap bisa diraih, meski tensi perang dagang semakin memanas.

Apalagi, lanjut dia, melihat realisasi pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2019 dibandingkan kuartal I/2018 yang terjaga positif, memberikan penguatan optimisme.

“Sebenarnya kalau pertumbuhan, yang pertama kita tidak turun. Kuartal satu dibanding kuartal sama tahun lalu, sehingga kita masih bisa ikut siklus tahun lalu. Asalkan kita bisa dorong sedikit lebih tinggi di kuartal kuartal berikutnya, kita bisa capai 5,3 persen,” ujarnya.

Darmin mengatakan saat ini pemerintah berkomitmen untuk terus berupaya mendorong ekspor dari sejumlah kelompok industri prioritas, terutama seperti yang telah diputuskan oleh Kementerian Perindustrian dalam Industri 4.0.

Adapun lima kelompok industri prioritas yang termasuk dalam Industri 4.0, yakni industri makanan dan minuman, industri tekstil dan pakaian, industri elektronik, industri otomotif, dan industri kimia.

Selain itu, Darmin juga menekankan bahwa pemerintah berkomitmen untuk terus mendorong pengolahan sumber daya alam seperti pembangunan smelter, pengolahan kelapa sawit, dan lain-lain. “Jadi kita walaupun rasanya belum klik betul tapi pondasinya sudah ada,” ujarnya.

Selain itu, lanjut dia, saat ini pemerintah juga praktis tidak lagi menambah proyeksi infrastruktur strategis terbaru, namun hanya penyelesaian saja sehingga tambahan investasinya itu tidak terlalu banyak.

“Asal kita bisa geser itu ke industri, atau bisa juga jasa, maka kita bisa lah berharap tahun ini masih oke 5,3 persen tapi tahun depan mesti bisa lebih tinggi,” ujarnya.

Sumber : bisnis.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only