Beijing – Ekspor China secara tak terduga kembali tumbuh pada bulan Mei meskipun tarif impor Amerika Serikat (AS) telah dinaikkan. Sayangnya, berbanding dengan ekspor, impornya justru turun lagi, menandakan permintaan domestik yang lemah.
Beberapa analis menduga eksportir China mungkin berlomba-lomba mengirim pesanan ke AS untuk menghindari bea impor baru terhadap berbagai produk senilai US$300 miliar. Bea masuk itu telah menjadi ancaman Presiden AS Donald Trump dalam perang dagang yang makin panas antara kedua ekonomi terbesar dunia itu.
Meskipun lebih baik dari yang diproyeksikan, data ekspor yang dirilis Senin itu tidak dapat meredakan kekhawatiran bahwa perang dagang AS yang lebih panjang dan lebih panas mungkin tidak lagi dapat dihindari.
Ekspor China pada Mei naik 1,1% dari tahun sebelumnya, melampaui ekspektasi analis sebelumnya, menurut data bea cukai, mengutip Reuters, Senin (10/6/2019).
Analis yang disurvei oleh Reutersmemperkirakan pengiriman Mei dari eksportir terbesar dunia itu akan turun 3,8% dibandingkan tahun sebelumnya, setelah mencatatkan kontraksi 2,7% pada April.
Meskipun China tidak terlalu bergantung pada ekspor seperti di masa lalu, namun komponen ini masih menyumbang hampir seperlima dari produk domestik bruto (PDB) negara itu.
Ketegangan perdagangan antara Washington dan Beijing meningkat tajam bulan lalu setelah pemerintahan Trump menuduh China “mengingkari” janji untuk membuat perubahan struktural dalam praktik ekonominya.
Trump pada 10 Mei menaikkan bea impor menjadi 25% terhadap US$ 200 miliar barang China dan kemudian mengancam akan memungut bea masuk atas semua impor senilai US$ 300 miliar dari China yang belum dikenai pungutan. Beijing membalas dengan menaikkan tarif impor pada barang-barang AS.
Trump mengatakan dia akan mengadakan pertemuan dengan Presiden China Xi Jinping pada pertemuan puncak para pemimpin G20 akhir bulan ini, tetapi analis seperti Capital Economics percaya kemungkinan tercapainya kesepakatan dagang semakin rendah setelah kedua belah pihak memperkuat retorika mereka.
Kerugian akibat perang dagang bersamaan dengan pelemahan permintaan global yang lebih luas akan menjadikan 2019 tahun terburuk bagi perdagangan sejak krisis keuangan satu dekade lalu, dengan pertumbuhan hanya 0,2%, menurut ekonom di ING.
Impor Lemah
Impor China turun 8,5% pada Mei, menyebabkan surplus perdagangannya mencapai US$ 41,65 miliar untuk bulan tersebut.
Analis memperkirakan impor akan turun 3,8% dari tahun sebelumnya setelah mencatatkan pertumbuhan 4% di April. Beberapa pihak memperkirakan penurunan akan terjadi karena ada perubahan pola pembelian perusahaan menjelang pemotongan pajak pertambahan nilai (PPN).
Tren impor yang goyah tidak mendukung ekonomi dengan baik karena menunjukkan bahwa konsumsi domestik tidak mampu mengatasi perlambatan yang disebabkan oleh lemahnya permintaan eksternal.
Sumber : cnbcindonesia.com
Leave a Reply