G20, Mendag Soroti Predator Ekonomi yang Bikin Orang Terhenyak

JAKARTA – Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan, dalam pertemuan G20 pada 8-9 Juni 2019 yang berlangsung di Jepang, pihak Indonesia menyampaikan dukungannya pada G20 dalam melakukan perbaikan ekonomi global.

Dalam pertemuan itu, dibahas pentingnya peran negara-negara yang tergabung dalam G20 untuk mengurangi ketegangan perdagangan global. Dia menjelaskan, saat ini kondisi perdagangan dunia tengah mengalami krisis kepercayaan. Sebab, masing-masing negara menerapkan sistem proteksionisme yang terlalu berlebihan.

“Kami sampaikan sebagai sikap Indonesia yang pertama kita menyoroti mengenai ada kalimat yang agak keras, deficit of trust dari multilateral trading sistem,” ujar Enggar saat sela-sela Halalbihalal di Gedung Kemendag, Jakarta, Rabu (12/6/2019).

Enggar mengatakan, krisis kepercayaan ini tercermin dari naiknya tensi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Hal ini harus diakhiri dan kembali pada sistem perdagangan multilateral. Padahal, lanjut dia, perdagangan multilateral merupakan sesuatu yang telah disepakati oleh forum G20, oleh sebab itu proteksionisme setiap negara harusnya tidak di eskalasi. Adanya proteksionisme juga pada dasarnya tidak menguntungkan pihak mana pun.

“Seharusnya kita turunkan tensi itu karena pada dasarnya kalau itu terus berjalan, maka tidak ada satu pun negara yang diuntungkan,” kata dia.

Kendati demikian, Enggar mengakui ketegangan perdagangan antar dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia itu masih sulit mencapai kesepakatan. AS masih menolak untuk sepakat mengenai perang dagang dan proteksionisme, di sisi lain China juga tidak sepakat soal kebijakan pembatasan impor baja ke AS.

“Jadi bahwa seyogyanya G20 itu menghasilkan sesuatu, tapi nampaknya tidak mudah,” kata dia.

Enggar juga menyampaikan, dalam pertemuan tingkat menteri itu juga kembali dibahas kesepakatan Data Free Flow with Trust, yaitu pertukaran data non pribadi antar negara dengan tingkat proteksi yang tinggi.

Menurutnya, Indonesia tidak keberatan dengan rencana tersebut. Namun yang pasti, Indonesia akan melakukan dengan penuh kehati-hatian serta menghormati ketentuan yang berlaku di setiap negara. Di mana, dalam hal ini data-data soal e-commerce menjadi hal yang penting, mengingat saat ini big data merupakan aset sebuah negara.

“Tapi jangan ini jadi predator ekonomi yang membuat orang terhenyak. Kita juga tidak mau membiarkan pada posisi seperti itu yang besar akan memakan yang kecil. Sehingga akan terjadi dominasi karena sekarang ini data sebagai aset, jadi kalau itu diambil semuanya maka akan kehilangan aset. Dan ini juga menjadi concern bagi negara-negara berpenduduk besar,” katanya.

Sumber : okezone.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only