Terpasung Keinginan Mengendalikan atau Menambah Produksi Rokok

Satu bundel hasil riset dampak ekonomi dan kesehatan akibat rokok tersaji dengan apik setebal 116 halaman. Riset berjudul Health and Economic Costs of Tobacco in Indonesia itu dilakukan tahun 2017 oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan (Balitbang Kemenkes). Dalam penelitian itu terungkap, nilai kerugian akibat tingginya konsumsi dan prevalensi rokok di Indonesia.

Riset yang dipimpin Soewarta Kosen tersebut menemukan adanya kerugian ratusan triliun akibat konsumsi rokok di Indonesia. Nilai kerugian itu jauh di bawah nilai pendapatan yang diterima Negara dari komponen pajak dan cukai rokok. Merujuk data yang disajikan dalam riset tersebut, total kerugian kesehatan dan ekonomi akibat rokok mencapai Rp 597 triliun.

Nilai kerugian itu menghitung banyak komponen, mulai dari kerugian dari transaksi pembelian rokok oleh konsumen senilai RP 208,83 triliun, kerugian akibat penurunan produktivitas dari perokok, sakit akibat rokok, cacat akibat rokok, hingga kematian prematur dengan nilai kerugian mencapai Rp 374 triliun. Angka tersebut termasuk biaya medis rawat inap dan rawat jalan. “Kerugian akan membesar, karena anak yang merokok meningkat. Mereka akan menjadi perokok loyal ketika dewasa,” kata Soewarta.

Pria yang sudah meneliti dampak rokok selama 20 tahun itu menjelaskan, anak yang terpapar rokok saat ini berpotensi menjadi perokok aktif sampai dewasa karena efek candu dan adiktif rokok. Saat dewasa, kesehatannya tak lagi prima karena berpotensi berurusan dengan sejumlah penyakit yang muncul akibat rokok. Seperti sakit paru-paru, darah tinggi, jantung koroner, hingga kelahiran prematur. “Kerugian terbesar adalah, index human capital kita turun,” kata Soewarta.

Kini, riset Soewarta hanya terpajang rapi di rak baca. Seharusnya, riset yang dibiayai anggaran negara itu menjadi acuan untuk membuat roadmap tembakau, yang berisikan rencana pengembangan industri tembakau dari hulu sampai hilir.

Kopian roadmap pengembangan industri yang diperoleh KONTAN tersebut terbit Juni 2018, atau delapan bulan setelah riset dari Balitbang Kemenkes terbit. Roadmap yang membuat logo Kementerian Koordinator Perekonomian itu secara detail menampilkan perencanaan produksi tembakau dan rokok sampai tahun 2045.

Abdul Rochim, Direktur Jenderal Industri Agro, Kementerian Perindustrian membenarkan adanya roadmap ini. Namun, ia bilang, roadmap tersebut merupakan kewenangan dari Kemenko Perekonomian, karena mengatur dari hulu (pertanian). Sementara, roadmap tembakau yang pernah disusun oleh Kementerian Perindustrian tahun 2015 lalu telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA) karena bertentangan dengan lima peraturan perundangan yang lebih tinggi. Beberapa di antaranya adalah UU No. 36/2009 tentang Kesehatan, dan UU No. 11/1995 tentang Cukai.

Namun, demikian, roadmap yang dibikin Kemenko tersebut memiliki kemiripan dengan roadmap industri tembakau yang pernah disusun Kementerian Perindustrian.

Di balik rencana produksi tembakau dan rokok itu, muncul masalah tingginya prevalensi perokok anak. Tahun 2018 lalu, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan, jumlah perokok anak usia di bawah 18 tahun naik menjadi 9,1% dari jumlah perokok anak tahun 2013 yang sebesar 7,2%. Akankah tahun ini jumlahnya naik lagi?

Sumber : Tabloid Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only