Iklim Bisnis Indonesia Masih Kalah dari Vietnam dan Thailand

Jakarta. Upaya pemerintah memperbaiki iklim investasi dalam negeri belum sepenuhnya mengangkat persepsi investor terhadap Indonesia. Investor melihat Indonesia masih akan tertinggal dibanding negara tetangga.

Dari hasil survei yang dilakukan oleh Bloomberg terhadap investor dalam ASEAN Business dan Investment Summit 2019 di Thailand, menunjukkan bahwa sebanyak 41,3% responden meyakini Vietnam sebagai negara yang paling menunjukkan kemajuan dalam iklim bisnis dalam lima tahun ke depan.

Adapun, 19,6% responden memilih Thailand. Sementara, hanya 17,4% investor responden yang meyakini iklim Indonesia menjadi yang paling baik di ASEAN.

Hasil survei tersebut cukup tergambar pada kondisi investasi saat ini. Pada kuartal pertama 2019 Vietnam berhasil mencatatkan pertumbuhan investasi asing langsung (FDI) tertinggi sejak 2015 yakni sebesar US$ 16,7 miliar. Pertumbuhan FDI Thailand bahkan melesat 253% ketimbang kuartal pertama 2018, dengan nilai mencapai US$ 2,7 miliar.

Sementara, FDI Indonesia kuartal I-2019 tercatat US$ 6,08 miliar. Penanaman modal asing (PMA) tercatat menurun 0,9% year on year (yoy).

Persoalan daya saing ikli bisnis ini sebenarnya telah di sadari pemerintah. Beberapa kebijakan juga telah ditempuh mulai dari kebijakan fiskal, seperti insentif perpajakan kebijakan kuasi fiskal berupa peran BUMN, Badan Layanan Umum, maupun lembaga pembiayaan, juga non fiskal seperti deregulasi dan mempermudah prosedur.

Yang terbaru, pemerintah ingin memangkas pajak penghasilan badan (PPh) badan usaha dari 25% ke 20%. Pertimbangan utamanya, mengikuti tren penurunan PPh badan di dunia, serta memperkuat daya saing dengan negara sekawasan.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal menilai, perbaikan iklim bisnis sebaiknya jangan terlalu fokus pada insentif fiskal, terutama pajak semata.

Sebab, hambatan investasi sesungguhnya justru banyak terkait non fiskal. Misalnya, ketersediaan infrastruktur penunjang, pengadaan lahan, hingga konsistensi kebijakan dengan daerah. “Kalau terlalu fokus di insentif fiskal, khawatir terlalu besar ongkos keluar, sementara tidak juga efektif menari investasi,” kata Faisal.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only