Menyoal pemajakan e-commerce

Menjelang pemberlakuan aturan pajak atas pelaku usaha e-commerce pada 1 April 2019, sejumlah pihak kembali menyoal ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK), yang dikeluarkan di penghujung tahun 2018.

Untuk menyegarkan ingatan, aturan yang diteken Menteri Keuangan pada 31 Desember 2018 memberikan panduan atas pelaksanaan pemajakan e-commerce. Dalam aturan itu, pelapak di marketplace maupun penyedia platform seperti Bukalapak, Lazada, dan Tokopedia, harus menjalankan kewajiban pajak yang berlaku umum, yaitu pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN). Ini juga berlaku bagi pengguna media sosial.

Satu kewajiban tambahan diberikan bagi pelapak dan penyedia platform. Bagi pelapak diwajibkan untuk memberitahukan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau Nomor Induk Kependudukan (NIK) apabila belum memiliki NPWP, kepada penyedia platform. Sementara bagi penyedia platform diwajibkan melaporkan rekapitulasi transaksi yang dilakukan para pelapak kepada Direktorat Jenderal Pajak.

Yang menjadi aneh adalah penolakan dari sebagian pihak atas peraturan ini. Pertama aturan ini dianggap membebani pelaku e-commerce khususnya pelaku usaha mikro dan kecil. Kedua, menyulitkan penyedia platform; Ketiga, menimbulkan ketidakadilan karena tidak mencakup e-commerce yang dilakukan melalui media sosial. Beragam penolakan ini cenderung minim substansi, dan lebih mencerminkan kurang pengertian serta rendahnya literasi pajak. Karena itu, mari kita bahas.

Keberatan pertama, pajak membebani sektor e-commerce. Faktanya, karena pajak adalah pungutan yang bersifat memaksa maka pajak membebani semua sektor, semua pelaku usaha, dan semua orang. Mengutip Justice Oliver Wendell Holmes Jr., pajak harga yang kita bayar untuk membangun peradaban.

Uang pajak itulah yang memungkinkan pemerintah mendanai pembangunan infrastruktur sehingga dapat menekan biaya logistik dan meningkatkan keuntungan pelaku e-commerce. Uang pajak juga memampukan pemerintah memperbaiki layanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan. Ini membuat penduduk Indonesia menjadi lebih sehat, berpendidikan dan mengurangi penduduk miskin. Serta meningkatkan penduduk  middle class yang jadi basis pengguna platform e-commerce.

Ini belum menyebut fungsi pajak dalam menjaga keamanan, ketertiban, dan kestabilan sosial yang memungkinkan ekonomi Indonesia tumbuh dan maju serta hasilnya dinikmati bersama termasuk oleh pelaku e-commerce.

Hasil keseluruhan dari keseriusan pemerintah melakukan berbagai perbaikan inilah yang pada gilirannya tercermin pada valuasi perusahaan e-commerce hingga beberapa di antaranya berhasil mencapai level unicorn. Investor asing berani memberikan dana miliaran dolar ke perusahaan Indonesia karena melihat pasar dan ekonomi Indonesia terus berkembang. Jadi bagaimana mungkin pelaku e-commerce menolak upaya pemerintah meningkatkan kesadaran dan pemahaman pajak, termasuk dari pelaku usaha di sektor tersebut?

Sumber : kontan.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only