JAKARTA. Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,1% sepanjang 2019. Prediksi tersebut lebih rendah dibanding prediksi sebelumnya di level 5,2%. Ekonom melihat pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi ini sejalan dengan perlambatan investasi dan konsumsi rumah tangga yang stagnan.
Ekonom Core Mohammad Faisal menilai proyeksi Bank Dunia masih sejalan dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia versi Core. Sebab konsumsi rumah tangga di paruh tahun ini relatif stabil dibanding tahun lalu. Kemudian, perlambatan dari sisi investasi juga memperlambat proyeksi pertumbuhan dalam negeri.
“Dana asing yang masuk tidak terlalu besar, karena biasanya tahun pemilu lebih kecil daripada tahun sebelumnya,” kata Faisal kepada Kontan.co.id, Senin (1/7).
Menanggapi proyeksi Bank Dunia, Ekonom Maybank Luthfi Ridho mengatakan, perlu diperhatikan adalah terkait kebijakan fiskal dan moneter apa yang akan dilakukan oleh pemerintah ke depan. Dari sisi fiskal, Kementerian Keuangan (Kemkeu) sudah memberikan stimulus lewat insentif pajak.
Namun, kebijakan moneter belum terasa di tahun ini. Luthfi bilang stimulus yang diperlukan yakni pemangkasan suku bunga Bank Indonesia atau BI-7 Day Repo Rate (BI7-DRR). Lebih lanjut dia berpendapat jika BI7-DRR dipangkas maka akan menstimulus konsumsi dalam negeri.
“Cost of fund lebih murah sehingga konsumsi dan kredit lebih banyak,” kata Luthfi kepada Kontan.co,id, Senin (1/7).
Dia bilang, proyeksi tersebut utamanya karena sentimen eksternal. Sementara dari internal masih selamat karena fundamental ekonomi kuat. Dia menegaskan dari dalam negeri tertekan karena situasi global, tidak mendukung emerging market untuk tumbuh.
Di sisi lain dalam laporan Bank Dunia, ke depan Indonesia lebih banyak impor ketimbang ekspor. Luthfi menilai di luar impor komoditas, mesin dan alat impor penunjang infrastruktur membuat impor semakin membengkak.
Makanya Bank Dunia memprediksi defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) menyempit menjadi 2,8% dari PDB di 2018. Tetapi, nantinya kembali ke 2,5% PDB di 2020.
Menurut Luthfi CAD bukanlah sebuah dosa, di mana sebagai negara berkembang, Indonesia sedang melakukan pembangunan.Lutfi menilai wajar saja saat ini proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih rendah. Sebab, secara ekonomi global pun dipangkas.
Di sisi lain, negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura pun demikian, bahkan secara fundamental ekonomi tidak lebih baik daripada Indonesia.
Sedangkan inflasi 2019 diprediksi Bank Dunia sebesar 3,0%, lebih rendah ketimbang konsensus sebelumnya di level 3,5% dan inflasi 2018 yang sebesar 3,2%. Luthfi melihat inflasi pada saat Ramadhan-Lebaran tahun ini tidak sekuat tahun lalu. Terbukti harga dagang merah, ayam, dan minyak masih terjaga.
Ada dua kemungkinan alasan bila konsumsi cenderung melemah. Pertama terjadi penurunan logistik di rantai supplai dikarenakan infrastruktur yang lebih membaik. Kedua, daya beli masyarakat turun dibanding periode tahun lalu.
Adapun untuk tahun 2020, Bank Dunia meramal pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tumbuh ke level 5,2%. Asal tahu saja, pekan lalu Bank Dunia pun juga memangkas prospek pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2019 menjadi 2,6%. Angka itu adalah pemangkasan sekian kalinya dari proyeksi sebelumnya yang sebesar 2,9%.
Sumber : kontan.co.id
Leave a Reply