Dapat Diskon Pajak, Pengusaha Tak Mau Senang Dulu

Jakarta — Pelaku industri di Indonesia agaknya tak mau senang dulu, meski pemerintah menelurkan kebijakan diskon pajak. Kebijakan pengurangan Penghasilan Kena Pajak (PKP) super besar atau disebut super deductible tax yang menyasar investasi vokasi dan riset itu sejatinya mulai berlaku sejak diteken Presiden Joko Widodo akhir bulan lalu.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) bidang Perindustrian Johnny Darmawan mengaku semringah, namun masih sabar menanti aturan turunan beleid tersebut. Ia bilang pelaku industri butuh mengetahui batasan investasi yang berhak menerima fasilitas diskon pajak. 

Misalnya, apakah diskon pajak 300 persen berlaku pada tahun pertama investasi saja atau sampai beberapa tahun ke depan. “Kemudian, untuk riset dan pengembangan (R&D) juga, sampai di tingkat apa sih akan diberikan? Itu membutuhkan kejelasan tambahan, meski memang insentif ini penting untuk memacu SDM dan daya saing industri,” ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (9/7). 

Menurut dia, pemerintah harus memiliki mimpi besar dari aturan turunan diskon pajak. Misal, untuk R&D, Indonesia bisa menempatkan diri sebagai hub riset dan pengembangan industri di Asia Pasifik. 

Begitu pun dengan vokasi. Pemerintah harus menyadari bahwa populasi Indonesia yang mencapai 260 juta jiwa bisa menjadi kekuatan kalau seluruh angkatan kerjanya punya keahlian yang mumpuni. Hal itu bisa menjadi senjata Indonesia mendapatkan investasi di masa depan.

“Perlu diingat bahwa Indonesia memiliki advantage (keuntungan) tersendiri mengenai ini. Thailand boleh punya kebijakan ini terlebih dulu, tapi ingat populasi Indonesia cukup banyak dan itu bisa menjadi kekuatan tersendiri untuk menggaet investasi,” kata dia. 

Namun, tugas pemerintah tentu tak berhenti sampai di insentif fiskal semata. Ia menilai insentif hanya satu poin kecil untuk menarik investasi. Kebijakan lain masih dibutuhkan, seperti deregulasi aturan-aturan investasi yang memberatkan, pembangunan infrastruktur yang bisa mendukung efisiensi, durasi perizinan usaha yang perlu dipersingkat. 

Ia kemudian mengutip skor kemudahan berusaha (Ease of Doing Business/EoDB) 2019 Indonesia yang boleh ada di peringkat 73. Namun, indikator memulai berusaha (starting a business) masih ada di peringkat 134 dari 190 negara. 

“Jadi, tentu insentif fiskal bukan ukuran menarik atau tidaknya investasi suatu negara. Diperlukan faktor lain juga yang mendukung hal tersebut,” terang Johnny.

Sebelumnya, Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan. 

Melalui beleid tersebut, Jokowi menyetujui kebijakan super deductible taxSuper deductible tax adalah kebijakan pengurangan Penghasilan Kena Pajak (PKP) dalam jumlah yang besar. Jika faktor pengurang pajak terbilang signifikan, maka Pajak Penghasilan (PPh) badan yang perlu dibayar semakin kecil. 

Hal tersebut tertuang di pasal 29B aturan tersebut. Pemerintah akan memberikan pengurangan penghasilan bruto sebesar 200 persen bagi perusahaan yang menyelenggarakan kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan pembelajaran dalam rangka pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi tertentu.

Sementara itu, fasilitas serupa juga akan diberikan kepada perusahaan dalam negeri yang melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu di Indonesia. PKP dapat diberikan pengurangan sebesar 300 persen dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu di Indonesia yang dibebankan dalam jangka waktu tertentu.

Sumber : cnnindonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only