Pajak Suluttenggomalut Capai Rp4,39 Triliun

MANADO — Realisasi penerimaan pajak Kantor Wilayah Ditjen Pajak Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, dan Maluku Utara (Suluttenggomalut) hingga pertengahan Juli mencapai Rp4,39 triliun, tumbuh sekitar 7,5% secara tahunan

Kabid Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Kanwil DJP F.N. Rumondor menuturkan, sampai dengan 18 Juli, realisasi penerimaan  itu mencapai 42,6% dari target sebesar Rp10,31 triliun. Adapun, pada periode yang sama tahun lalu, total penerimaan mencapai Rp4,08  triliun.

“Pada tahun ini kami ditarget Rp10,3 triliun, realisasinya baru sekitar 42% secara rata-rata, tapi ada juga yang kecil seperti Kotamobagu, Tahuna, bahkan Luwuk baru 11%. Yang paling tinggi realisasinya, adalah Poso 54,64%, Toli-toli juga bagus, tapi targetnya kan hanya kecil,” jelasnya kepada Bisnis , akhir pekan lalu.

Realisasi penerimaan di Wilayah Poso, katanya, seiring dengan pertumbuhan ekonomi di sektor pertambangan, khususnya untuk komoditas nikel. Dengan adanya pembangunan sejumlah smelter di sana, perekonomian kabupaten tersebut tumbuh tinggi.

Target penyumbang pajak terbesar adalah Manado dan Bitung.

Penurunan harga komoditas, lanjutnya, juga menyebabkan masih belum maksimalnya realisasi penerimaan di Sulut.

Dia menjelaskan, target penyumbang pajak terbesar adalah Manado dan Bitung. Namun, realisasi penerimaan dari dua wilayah itu masing-masing baru mencapai 43,59% dan 45,17%. Adapun, target Manado dan Bitung adalah Rp2,18 triliun dan Rp929,35 miliar.

Rumondor menjelaskan, reali- sasi penerimaan pajak wilayah Manado dan Bitung masing-masing mencapai Rp954,28 miliar dan Rp419,78 miliar. Menurutnya, penyebab masih rendahnya penerimaan di dua wilayah itu adalah masih minimnya belanja pemerintah pada Semester I/2019.

Dia optimistis, nilai realisasi penerimaan pajak hingga akhir tahun akan meningkat di dua wilayah itu seiring dengan realisasi belanja pemerintah daerah. Adapun, hingga saat ini realisasi belanja pemerintah baru mencapai sekitar 20% dari anggaran.

“Hal ini berkorelasi dengan dengan DIPA, dengan DAU, DAK, itu sampai dengan hari ini baru terserap kurang lebih 20%, ini informasi dari Kepala Kantor Manado, saya pikir Bitung juga juga tidak jauh-jauh kondisinya, begitu juga Kotamobagu,” jelasnya.

Kotamobagu tercatat sebagai wilayah dengan realisasi pene- rimaan terendah kedua setelah Luwuk, baru mencapai 29,25%. Dia menuturkan, salah satu penyebabnya adalah menurunnya kegiatan produksi di sektor pertambangan.

Dia mengatakan, daerah lain yang realisasi penerimaan pajaknya masih cukup rendah adalah Gorontalo. Meskipun memiliki cakupan wilayah yang luas, realisasi penerimaan baru mencapai Rp306,05 miliar, atau 35,24% dari target Rp868,49 miliar.

Menurutnya, hal ini disebabkan oleh penurunan penerimaan dari sektor perkebunan. Penurunan harga komoditas utama dari Serambi Madinah seperti jagung memberi dampak yang signifi kan. Dia menuturkan, hal itu juga terlihat dari penurunan ekspor komoditas itu.

“Kalau Gorontalo, 5 tahun terakhir kemarin terkenal ekspor jagungnya, tapi kalau dilihat sama-sama sekarang menurun harga Jagungnya, bahkan kalau tidak keliru sudah tidak ada ekspor, karena harganya jatuh, jadi berat di biaya,” ungkapnya.

Masalah penurunan harga komoditas, lanjutnya, juga menyebabkan masih belum maksimalnya realisasi penerimaan di Sulut, yang mencakup Manado, Bitung, Kotamobagu, dan Tahuna. Sulut juga masih mengandalkan pertumbuhan ekonomi pada sektor perkebunan, khususnya kelapa.

“Perkebunan memang masih paling tinggi pertumbuhannya di Sulut, tetapi tidak bisa dibanggakan karena semua harga turun. Kopra anjlok, cengkih anjlok, pala juga. Perkebunan, termasuk pertanian juga masuk di sana, yang sedang tumbuh sebenarnya perdagangan,” katanya.

KEPATUHAN

Dari sisi kepatuhan, data capaian pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) melalui e-filling tercatat sebesar 131,71% pada kuartal II/2019. Namun demikian, Kepatuahn Formal Wajib Pajak (WP) Badan dan Orang Pribadi (OP) Non-karyawan pada kuartal II/2019 baru mencapai 37,87%.

“Nah, ini yang terdiri dari badan usaha dan orang pribadi, tetapi bukan kar yawan. Dia bisa usahawan, wiraswasta dan ini kepatuhannya sangat meresahkan,” tuturnya.

Dia mengatakan bahwa Kanwil DJP Suluttenggomalut akan terus melakukan sosialisasi kepada WP untuk meningkatkan tingkat kepatuhan itu. Saat ini, kata dia, pelaksanaan penyuluhan sudah melebihi target kegiatan yang ditetapkan.

Rumondor mengatakan, tingkat kepatuhan yang rendah ini juga berkorelasi dengan bertambahnya jumlah WP yang dilihat dari pertumbuhan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang dikeluarkan oleh DJP Suluttenggomalut.

Menurutnya, tidak semua NPWP yang baru diberikan kepada WP dengan potensi pajak yang tinggi. Hal ini, menurutnya membuat proses peningkatan kepatuhan WP sulit ditingkatkan.

Dengan kata lain, tidak semua WP sebenarnya memiliki potensi pajak yang bagus, tetapi jumlahnya tetap naik.

“Sekarang kalau mau ajukan kredit harus ada NPWP, padahal sebenarnya tidak potensi dari penerimaan pajak, belum lagi kreditnya konsumtif. Kami harus tambah WP tetapi belum tentu ada potensi pajak di situ, itu dilemanya. Kepatuhan dia berkorelasi dengan penerimaan pajak, tapi tidak mutlak,” jelasnya.

Sumber : Harian Bisnis Indonesia

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only