JAKARTA. Sejumlah masukan disampaikan ke pemerintah agar dapat meningkatkan penerimaan pajak atau tax ratio terhadap produk domestik brutao (PDB) yang masih rendah dibandingkan negera-negara lain.
Hal itu berdasarkan penelitian Organisation for Economic Co-operation and Developtment (OECD) tentang perkembangan peningkatan tax ratio terhadap PDB di 17 negara.
Pengamat Perpajakan Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji mengatakan, rendahnya tax ratio di Indonesia bisa disebabkan oleh beberapa hal.
Pertama, upaya-upaya peningkatan penerimaan pajak dan pembenahan sistem sering tidak optimal. “Ya, karena ada godaan penerimaan dari sektor non perpajakan terutama dari komoditas. Padahal penerimaan dari SDA sendiri sifatnya tidak menentu dan kurang bisa diharapkan,” kata Bawono, Kamis (25/7).
Kedua, Bawono menyoroti tentang sistem administrasi pajak yang berdampak pada penghasilan data yang optimal.
Menurutnya baru dua tahun belakangan ini otoritas pajak memiliki akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan atau untuk bertukar informasi. Tentu Indonesia cukup tertinggal dari negara-negara lain sudah bisa menguji kepatuhan wajib pajak melalui data pihak ketiga.
Ketiga, hal ini juga dipengaruhi oleh perubahan situasi ekonomi yang belum mampu diikuti oleh Undang-Undang, seperti bisnis digital. Bisnis digital membuat sumber penghasilan jadi makin bervariasi dan skema penghindaran pajak semakin kompleks, jadi perlu ada revisi undang-undang.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (Cita) Yustinus Prastowo menambahkan bahwa rendahnya tax ratio Indonesia bisa disebabkan oleh ukuran ekonomi dan kompleksitasnya.
“Misalnya kita banyak kasih insentif, tax expenditure. Lalu kompleksitas ekonomi kita disebabkan adanya informal economy, trade, dan juga industri. Ini yang jadi tantangan untuk memungut pajak,” kata Yustinus.
Agar bisa meningkatkan ratio secara cepat, Bawono menyarankan adanya reformasi pajak secara menyeluruh. Selain meningkatkan tax ratio, ini sekaligus untuk menjaga ketahanan fiskal.
Sementara Yustinus menyarakan agar pemerintah memperkuat pengolahan data sehingga pemanfaatan data dan integrasi data bisa lebih baik. Karena itu core tax system perlu segera diselesaikan, sebagai sistem IT yang lebih canggih dari sistem yang sekarang.
Untuk tax ratio ideal Indonesia sendiri, Bawono belum bisa menyebutkan angka validnya. Sementara, Yustinus memproyeksikan sekitar 16%.
“Yang pasti negara-negara dengan kelompok pendapatan menegah lainnya umumnya bisa mencapai 16-18%. Sedang menurut IMF tahun 2017, idealnya tiap negara bisa mencapai angka tax ratio sebesar 15% untuk menjamin pembangunan berkelanjutan,” kata Bawono.
Sumber : Kontan.co.id
Leave a Reply