Mengenal ‘Senjata’ Sri Mulyani yang Bisa Intip Harta WNI

Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan seluruh Warga Negara Indonesia (WNI) boleh saja menyimpan harta di mana saja. Namun ingat, pemerintah bisa ‘mengintip’ di mana harta itu disimpan dan berapa jumlahnya. “Anda simpan suatu tempat di dunia ini, tidak apa. Tetaplah menyimpan dengan tenang, kami tahu,” kata Sri Mulyani, kemarin. 


Mengapa pemerintah bisa tahu? ‘Senjata’ apa yang dipakai pemerintah? Namanya Automatic Exchange of Information (AEoI). Indonesia resmi mengimplementasikan AEoI pada September 2018, yang membuat pemerintah bisa mendapatkan informasi seputar aset WNI di berbagai negara. AEoI lahir dari kekhawatiran otoritas pajak di berbagai negara terhadap praktik penggerusan basis pajak dan pengalihan laba (Base Erosion and Profit Shifting/BEPS). Maklum, ekonomi global semakin terkoneksi sehingga batas ruang dan waktu menjadi buram.  Perusahaan yang berbasis dan mencari nafkah di Indonesia bisa saja berbadan hukum di British Virginia Island atau Cayman Island, yang merupakan surga pajak (tax haven). Artinya potensi pajak di Indonesia menjadi tidak terwujud, tidak ada setoran ke kas negara dari perusahaan yang cetha wela-wela berbisnis di Tanah Air. Selain perekonomian yang semakin terhubung, salah satu penyebab Wajib Pajak (WP) dapat melakukan penghindaran adalah informasi yang asimetris. Otoritas pajak di Indonesia tidak mengetahui data-data WP yang menempatkan aset dan keuntungan di luar negeri.

Tanpa adanya informasi yang memadai, otoritas pajak tidak punya bekal untuk mengejar potensi pajak tersebut. Kekhawatiran ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Bahkan negara maju seperti Amerika Serikat (AS) pun dibuat kesal oleh praktis BEPS. Oleh karena itu, negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) sepakat untuk memperkenalkan Standar Pelaporan (Common Reporting Standard/CRS) pada 2014. CRS kemudian menjadi standar informasi dalam AEoI. Pada 2015, terdapat 128 negara yang bergabung dalam inisiatif AEoI. Jumlahnya terus bertambah hingga pada 2018 menjadi 147 negara. Dengan AEoI, otoritas pajak di suatu negara bisa meminta informasi dari otoritas di negara lain. Misalnya, pemerintah Indonesia mengetahui ada WNI yang menyimpan aset dan keuntungan di AS. Ditjen Pajak bisa meminta informasi kepada US Internal Revenue Service (IRS) seputar data sang WNI. Di bank mana uang disimpan, berapa jumlahnya, kapan dana itu masuk dan ditarik, ke mana saja dana ditransfer, dan sebagainya. Jadi benar kata Sri Mulyani. Praktis sudah tidak ada tempat sembunyi. Kalau Ditjen Pajak tidak bisa melacak tinggal meminta data dari otoritas lain. Gampang kok… 

Sumber : CNBC Indonesia

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only