Jakarta – Aberdeen Standard Investments Indonesia berekspektasi perekonomian Indonesia bergerak positif dan prospek ekuitas yang lebih optimistis menjelang akhir kuartal III-2019.
Pada masa pemilu, sentimen investor cenderung gugup, membuat kondisi pasar menjadi kurang stabil dan melemahnya indeks harga saham gabungan (IHSG). Saat itu, banyak investor yang menarik uangnya dari pasar, sehingga berdampak pada IHSG yang terkoreksi hingga ke level 5.700.
Dengan kenaikan peringkat kredit utang jangka panjang (sovereign credit rating) Indonesia dari Standard and Poor’s (S&P) menjadi BBB pada 31 Mei lalu, investor kembali melakukan aksi beli setelah libur Lebaran dan memulihkan kondisi pasar.
“Namun, ini bukan sesuatu yang signifikan karena kondisi pasar hanya kembali ke posisi sebelum masa pemilu. Tidak ada perubahan suku bunga dan harga minyak masih rendah,” ungkap Bharat Joshi, Asian Equities Investment Director, Aberdeen Standard Investments Indonesia, Senin (29/7).
Menurut Bharat, kondisi pasar akan relatif stabil dalam dua sampai tiga bulan ke depan. Investor akan terfokus pada tokoh yang akan menjabat sebagai menteri, antara lain Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, serta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
“Kami akan mendapat kepastian saat Presiden Jokowi resmi dilantik dan menunjuk kabinetnya. Investor ingin adanya stabilitas pada sektor keuangan khususnya dalam menangani current account deficit,” katanya.
Investor juga tertarik bagaimana Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan akan meningkatkan ekspor, menarik investasi asing, serta mengambil keuntungan dari perang dagang antara AS dan Tiongkok.
“Indonesia sudah melakukan pembangunan infrastruktur seperti tol, bandara, dan pelabuhan untuk dapat mendatangkan investasi. Kawasan industri diperlukan dan sangat penting untuk dapat menarik investasi asing (FDI), seperti kita ingin mengundang perusahaan manufaktur smartphone ke Indonesia untuk memaksimalkan dampak positif dari perang dagang AS-Tiongkok,” kata Bharat.
Indonesia juga perlu mengoptimalkan sumber daya energi yang dimiliki negara guna mengurangi ketergantungan terhadap impor. “Penting untuk menggandeng investor asing berpartisipasi ‘mengolah’ sumber daya yang selama ini belum dimanfaatkan. Hal ini juga dapat mendukung negara mendapatkan masukan dari pajak,” jelas dia.
Bharat berekspektasi, setelah resmi menjabat untuk kedua kalinya nanti, rencana kebijakan Presiden Jokowi yang ingin memangkas pajak penghasilan badan usaha dari 25% menjadi 20% akan menjadi katalisator positif yang bisa mendorong IHSG. “Tapi dengan catatan kebijakan tersebut sudah mendapatkan persetujuan DPR untuk diimplementasikan,” lanjutnya.
Merujuk pada keputusan Bank Indonesia (BI) pekan lalu terkait pemotongan suku bunga sebesar 25 bps menjadi 5,75%, Bharat berpendapat bahwa itu bukanlah kejutan bagi pasar. Kondisi ini cukup terprediksi dengan adanya penguatan rupiah baru-baru ini dan angka inflasi sederhana serta pemulihan yang bertahap.
Indikator saat ini menunjukkan pertumbuhan PDB yang lambat pada kuartal II-2019, baik di sektor konsumsi maupun investasi. Hal ini menegaskan perlunya kelonggaran moneter lanjutan yang akan bergantung pada neraca pembayaran dan stabilitas nilai tukar rupiah.
“Dengan terpilihnya kembali Presiden Jokowi, ada prospek investasi semakin berkembang (secara bertahap) pada 2019 hingga 2020. Sentimen adalah kuncinya. Suku bunga yang lebih rendah akan memacu pertumbuhan investasi, jika pemerintah mengeluarkan kebijakan yang sesuai,” jelas Bharat.
Aberdeen Standard Investments Indonesia masih tetap positif terhadap saham ekuitas, reksa dana campuran, dan reksa dana pendapatan tetap, karena semua instrumen ini akan mendapatkan dampak positif dari kelonggaran moneter lanjutan, kemungkinan reformasi kebijakan pemerintah, serta pemulihan di sektor konsumsi dan investasi swasta di Indonesia.
Sumber : Berita Satu
Leave a Reply