Sri Mulyani Sebut Asing Punya Banyak SBN Bikin Ekonomi Rentan

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai kepemilikan asing di instrumen Surat Berharga Negara (SBN) yang saat ini sudah mencapai 30 persen membuat perekonomian Indonesia rentan dengan dampak negatif ekonomi global.

Ketika ekonomi global sedang tak menentu, menurut dia, kepemilikan asing yang besar pada instrumen investasi memiliki dua konsekuensi. Pertama, terjadi arus modal keluar sehingga menyebabkan neraca pembayaran Indonesia tidak stabil. Jika neraca pembayaran gonjang-ganjing, tentu nilai tukar akan menjadi korban.

Kedua, harga SBN jatuh karena tidak ada investor asing yang mau beli obligasi pemerintah. Ketika harga jatuh, maka imbal hasil obligasi pemerintah juga kian mahal. Ini tentu memperbesar pembayaran bunga utang di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Menurut data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu per 7 Agustus 2019, kepemilikan asing di SBN yang bisa diperdagangkan mencapai 38,98 persen.

“Kalau kepemilikan asing 30 persen masih asing, apakah itu bagus apa tidak? Tergantung anda melihatnya. Tapi di tengah lingkungan global yang bergejolak, itu menimbulkan vulnerability,” jelas Sri Mulyani, Jumat (9/8).

Terlebih, kondisi tersebut sangat relevan dengan saat ini. Mantan direktur pelaksana Bank Dunia ini menuturkan kondisi perekonomian dunia memang sedang terguncang lantaran perang dagang antara Amerika Serikat dan China.

Menurut dia, sebenarnya AS dan China sempat bikin dunia semringah kala dua pemimpinnya bertemu di sela-sela pertemuan G20. Namun, belum kelar sebulan setelah pertemuan itu, Presiden AS Donald Trump malah mengancam akan menaikkan bea masuk tambahan 10 persen bagi impor produk China sebesar US$300 miliar.

China pun tak mau kalah dengan melakukan devaluasi mata uang agar ekspornya bisa tetap moncer. Dua negara itu memang sedang berperang, tapi Sri Mulyani bilang, dampaknya ke seluruh dunia.

“Gara-gara perang dunia, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) global ini berkurang 0,5 persen. Jika kedua negara ini bersin, dampaknya akan terasa ke seluruh dunia,” jelasnya.

Menurut dia, kepemilikan asing di obligasi pemerintah merupakan salah satu pekerjaan rumah yang perlu dilakukan. Maka dari itu, pendalaman pasar keuangan disebut menjadi keharusan.

Selain kepemilikan asing di SBN, pekerjaan rumah kedua agar ekonomi Indonesia bisa tahan dari dampak negatif ekonomi global adalah memperbaiki defisit transaksi berjalan. Maka itu, tak heran jika kebijakan pemerintah beberapa waktu belakangan berkutat di perbaikan transaksi berjalan seperti penguatan ekspor, pengurangan impor, dan kenaikan investasi.

“Supaya Indonesia makin resilient ekonominya, makanya defisit transaksi berjalan juga harus bagus. Kita vulnerable karena defisit transaksi berjalan padahal pertumbuhan ekonomi bagus, inflasi juga bagus sehingga masalah ini perlu di-address,” terang dia.

Sumber : cnnindonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only