Perang Dagang Kian Tekan Ekonomi China

 Perang dagang bisa jadi tengah mengalami jeda, namun China masih harus berjuang dengan kondisi perekonomian yang kian melambat akibat perselisihan perdagangan dengan Amerika Serikat.

Seperti diktip dari CNN, Rabu (15/8/2019), output produksi industri yang merupakan salah satu indikator penting perekonomian China, hanya tumbuh sebesar 4,8 persen pada Juli jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Biro Statistik Nasional China mengungkapkan, pertumbuhan tersebut adalah yang terendah selama 17 tahun.

Ukuran tersebut menjadi penting lantaran salah satu output dari kunci perekonomian China adalah manufaktur, tambang dan sektor utilitas.

Pasar global saat ini tengah mengharapkan adanya optimisme dalam perselisihan perdagangan yang terjadi antara Amerika Serikat dan China.

Pada Selasa (13/8/2019), Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan bakal menunda tari baru untuk beberapa kategori produk impor asal China hingga Desember. Adapun di rencana awal, pemerintah AS bakal memberlakukan tarif impor sebesar 10 persen untuk 300 miliar dollar AS produk China.

Walaupun demikian, perekonomian China masih dihadapkan pada tekanan.

Beberapa indikator penting lain yang rilis pada Rabu (14/6/2019) pun lebih buruk dari yang diperkirakan. Penjualan ritel hanya tumbuh 7,6 persen pada Juli, lebih rendah dibandingkan perkiraan yang bakal tumbuh hingga 8,6 persen.

Di sisi lain, indikator ketenagakerjaan kian memburuk pada Juli 2019. Tingkat pengangguran di perkotaan tumbuh 5,3 persen dibandingkan dengan Juni lalu yang hanya sebesar 5,1 persen.

“Dampak dari perlambatan ekonomi China ternyata cukup besar,” ujar Chief Foreign Exchange Strategist untuk Asia Mizuho Bank Cheung Kin Tai.

Bank sentral China pun mungkin juga bakal ditekan untuk memangkas suku bunganya, seperti yang telah dilakukan oleh bank sentral lain di dunia.

“Perlambatan berbasis luas dalam kegiatan dan pengeluaran menunjukkan bahwa, setelah bertahan cukup baik di paruh pertama tahun ini, pertumbuhan ekonomi sekarang menghadapi tekanan baru,” kata ekonom senior China untuk Caputal Economics Julian Evans-Pritchard.

“Perlambatan dalam industri produksi menambah bukti yang lebih luas bahwa aktivitas pabrik di China telah merosot, yang juga ditunjukkan dengan indeks harga produsen negara itu turun dalam laporan terbaru pemerintah,” ujar dia.

Dia pun mengatakan, perlambatan perekonomian China bakal berlanjut dalam beberapa tahun mendatang, seiring dengan penerapan tarif oleh AS dan permintaan global yang kian lemah.

Sumber: Kompas.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only