RI Siapkan Pajak Digital, Saham Google Cs di Wall Street Drop

Tiga indeks utama di bursa Wall Street AS kompak finis di zona merah pada perdagangan Selasa kemarin (3/9/2019) atau Kamis pagi waktu Indonesia, setelah dua kekuatan ekonomi terbesar dunia saling mengenakan tarif baru dan data manufaktur yang lemah semakin menekan sentimen investor.

Data perdagangan memperlihatkan, Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup anjlok 1,1% ke level 25.118,02 poin, indeks S&P 500 melemah 0,7% menjadi 2.906,27 poin, sedangkan Nasdaq terkoreksi 1,1% ke level 7.874,16 poin.

Pada 1 September, AS memberlakukan tarif sebesar 15% kepada berbagai produk importasi asal China senilai US$ 125 miliar, sedangkan Negeri Tiongkok juga mengenakan tarif tambahan sekitar 5-10% untuk produk Made in USA, termasuk di antaranya adanya minyak mentah.

Di lain pihak, bursa saham Wall Street juga tertekan dan sempat anjlok hingga 1,6% kala rilis data PMI manufaktur AS bulan Agustus versi ISM (Institute for Supply Management) mencatatkan kontraksi untuk pertama kalinya sejak Januari 2016, dilansir CNBC International.

Lebih lanjut, emiten-emiten teknologi menjadi salah satu faktor yang mendorong pelemahan Wall Street. Hal ini terlihat dari pergerakan indeks Dow Jones US Technology (DJUSTC) yang mencatatkan koreksi cukup dalam mencapai terkoreksi hingga 1,39%.

Selain itu, emiten peritel online seperti E-bay Inc (UNCH) di Nasdaq dan Alibaba Group (BABA) di New York Stock Exchange (NYSE) juga kompak membukukan pelemahan masing-masing senilai 1,37% dan 1,5%. Hanya Amazon (AMZN) yang finis di zona hijau dengan penguatan 0,76%.

Penurunan yang dialami oleh perusahaan teknologi raksasa AS ini terjadi berbarengan dengan pengumuman rencana pemerintah Indonesia untuk mulai menggodok Rancangan Undang-Undang (RUU) yang akan mengenakan kewajiban perpajakan pada perusahaan digital yang selama ini terhindar dari wajib pajak, seperti Google, Facebook, Instagram, hingga Youtube.

Untuk diketahui, perusahaan digital tersebut kerap kali dijadikan tempat untuk memasarkan atau mengiklankan produk atau jasa (market place). Perusahaan digital mendapatkan keuntungan, tapi pemasukan yang diperoleh selama ini tidak dikenakan pajak.

Melalui payung hukum ini nantinya, Google Cs dapat dipajaki meskipun tidak berstatus Badan Usaha Tetap (BUT) dengan menggunakan skema yang disebut dengan Significant Economic Present (SEP).

Skema ini sejatinya sudah digunakan oleh beberapa negara bagian Amerika Serikat (AS) untuk menghadapi penghindaran pajak berganda. Pemerintah Indonesia, pun mencoba melakukan hal serupa untuk memajaki Google Cs.

Jika lolos DPR nanti dan disahkan Presiden, maka pengenaan pajak ini diharapkan dapat meningkatkan pemasukan pajak negara dan memperkuat kondisi fiskal Tanah Air.

Sumber: cnbcindonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only