Kepatuhan Wajib Pajak Akan Meningkat

JAKARTA, Kepatuhan wajib pajak dan penerimaan negara dari sektor perpajakan diyakini bakal meningkat sejalan dengan implementasi compliance risk management (CRM).

Implementasi CRM menjadi pintu masuk baru untuk meningkatkan performa perpajakan di tengah rendahnya kinerja penerimaan dan kepatuhan.

Data Kementerian Keuangan menunjukkan, sampai Agustus 2019 pertumbuhan penerimaan pajak hanya 0,2%, jauh dari target yang dipatok pada kisaran 19%. Sedangkan dari sisi kepatuhan, sampai akhir September lalu realisasi kepatuhan formal masih di bawah 70% atau tepatnya 69,3%.

Ketentuan mengenai CRM termuat dalam Surat Edaran No. SE–24/ PJ/2019. Melalui edaran tersebut, otoritas telah membagi pentahapan implementasi CRM ke dalam tiga tahapan, mulai dari ekstensifikasi, pemeriksaan dan pengawasan, serta penagihan dan surat paksa.

Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan implementasi CRM merupakan kelanjutan dari program pengampunan pajak dan transparansi informasi keuangan. “Ini memungkinkan kami membangun profil risiko wajib pajak secara lebih canggih dan akurat,” kata Yoga kepada Bisnis, Rabu (2/10).

Dalam proses penagihan misalnya, SE itu memungkinan otoritas untuk menyusun daftar prioritas tindakan dan daftar prioritas pencairan. Penyusunan daftar ini ditujukan untuk memastikan proses penagihan bisa benar-benar menyasar ke wajib pajak yang menunggak.

Bisnis mencatat, penagihan piutang pajak kerap bermasalah dan menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan. Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) 1/2019 yang diterbitkan belum lama ini, lembaga auditor negara itu menemukan dua persoalan dalam penagihan piutang pajak.

Pertama, status dan tanggal kedaluwarsa penagihan atas ketetapan pajak sebesar Rp408,5 miliar tidak dapat diyakini kebenarannya. Kedua, penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP) Tahun 2018 melewati batas waktu penetapan sehingga penerimaan negara tidak dapat direalisasikan sebesar Rp257,95 miliar.

Yoga menjelaskan, ke depan masalah-masalah tersebut dapat diminimalisasi. Apalagi dengan profil risiko yang semakin canggih, pihaknya dapat melayani wajib pajak secara lebih spesifik yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan wajib pajak.

Bagi wajib pajak yang ingin patuh, otoritas akan membantu agar mudah dalam melaksanakan kewajiban per- pajakan. “Sebaliknya kepada wajib pajak yang dengan sengaja menolak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya akan ditindak secara tegas sesuai ketentuan yang berlaku.”

Pada tahap pertama yakni ekstensifikasi, mekanisme dimulai dengan penyusunan daftar sasaran ekstensifikasi (DSE). Setelah DSE terindentifi kasi, otoritas pajak kemudian mengurutkan berdasarkan analisis risiko.

Tahap kedua adalah implementasi CRM untuk kegiatan pemeriksaan dan pengawasan wajib pajak. Salah satu aktivitas yang dilakukan adalah menyusun daftar sasaran prioritas penggalian potensi secara spesifik terhadap wajib pajak.

Dalam tahap ini, otoritas mulai menggunakan data pihak ketiga untuk melakukan pengawasan dan pemeriksaan. Mekanismenya misalnya menyampaikan ke negara yurisdiksi bahwa otoritas telah menerima data dari pertukaran informasi.

Tahap ketiga, implementasi CRM dalam aktivitas penagihan pajak dan surat paksa. Salah satu fungsi implementasi CRM dalam tahap ini adalah kewajiban KPP untuk menentukan prioritas penagihan yang mengacu daftar prioritas tindakan penagihan pajak (DPTPP).

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo, mengatakan secara teori pelaksanaan CRM akan membantu otoritas dalam meningkatkan kepatuhan dan penerimaan pajak.

INTEGRASI FUNGSI

Menurut Prastowo, CRM akan mengintegrasikan beberapa aplikasi dan fungsi. Sehingga input bisa dikonsolidasikan lalu diolah, kemudian dipetakan lalu disusun skala prioritas.

Misalnya WP tidak patuh dan memiliki potensi besar. “Ini yang dikejar, dengan demikian effort Ditjen Pajak akan efektif dan hasilnya optimal,” kata Prastowo.

Selain proses yang lebih efektif, pelaksanaan CRM juga adil bagi wajib pajak. Pasalnya dengan skema tersebut, wajib pajak yang sudah patuh tidak lagi dikejar karena CRM telah memilah wajib pajak berdasarkan kategori. “Jadi mereka nyaman, enggak merasa dirugikan,” tegasnya.

Sementara itu, Partner DDTC Fiscal Research Bawono Kristiaji, mengatakan pemerintah perlu melakukan langkah strategis untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

Pertama, dalam jangka pendek ini, yang bisa dilakukan adalah mengoptimalkan data pihak ketiga dalam rangka menguji kepatuhan terutama yang berasal dari pertukaran informasi, akses informasi perbankan, serta pertukaran data antarinstansi.

“Walau demikian, ini tentu juga akan sangat tergantung dari kesiapan teknologi informasi, serta komitmen dan kemauan untuk memastikan kepatuhan khususnya dari high net worth individuals [HNWI],” kata Bawono.

Kedua, hal lain yang bisa dilakukan yaitu penegakan ketentuan anti penghindaran pajak serta memastikan kepatuhan dari pelaku di ekosistem digital, dan joint audit.

Sumber : Harian Bisnis Indonesia

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only