Dana Repatriasi Hasil Tax Amnesty Jangan Sampai Lari

Jelang akhir holding period dana repatriasi program pengampunan pajak (tax amnesty), kekhawatiran mulai muncul. Salah satunya, potensi dana repatriasi akan kabur lagi ke luar negeri. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan bahwa pihaknya telah berkomunikasi secara intensif mengenai hal itu.

“Ini kami sudah bicarakan cukup lama dengan pemilik dana,” ujarnya di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (9/10).

Menurut dia, hal tersebut juga berkaitan dengan adanya ketentuan bahwa dana repatriasi diharuskan bertahan selama tiga tahun. Sebelumnya, pemerintah menyelenggarakan program tax amnesty pada pertengahan 2016 dan berlangsung selama sembilan bulan hingga Maret 2017. Dalam program itu, pemerintah menawarkan pengampunan pajak dengan membayar uang tebusan.

Sementara itu, holding period dana repatriasi program amnesti pajak tahap pertama berlangsung pada September–Desember 2019. Berdasar data Kementerian Keuangan, total dana repatriasi mencapai Rp 147 triliun dari 3.000 peserta pengampunan pajak.

Ani –sapaan karib Sri Mulyani Indrawati– menyebutkan bahwa pihaknya telah menginstruksikan Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Luky Alfirman dan Dirjen Pajak Robert Pakpahan agar memantau instrumen yang disiapkan untuk menahan dana repatriasi.

“Nanti tolong minta sama Pak Luky saja yang melakukan tracking dengan Pak Robert mengenai penempatan selama ini. Jadi banyak yang sudah dilakukan investasinya di Indonesia,” jelasnya.

Pengamat perpajakan Yustinus Prastowo memandang, risiko dana kabur lagi memang akan selalu ada. Hal itu berkaitan dengan iklim bisnis dan investasi yang kondusif di dalam negeri.

“Kalau serentak dana ke luar negeri lagi, itu capital outflow yang signifikan. Bukan sekadar nominal, tapi itu sinyal yang kurang baik bagi investor,” ujarnya, Kamis.

Menurut dia, persoalan yang ada saat ini, yakni pasar uang di Indonesia, masih terbilang dangkal. Yustinus menganalogikan, jika ada dana keluar Rp 25 triliun saja, jumlah tersebut sudah sangat besar.

“Apalagi persepsi investor dan global. Kita memang dulu nggak dirancang dengan baik. Angka repatriasi segitu sebenarnya kan kecil,” tutur direktur eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) itu.

Namun, beberapa hal bisa dilakukan pemerintah untuk mengantisipasi risiko tersebut. Di antaranya, menciptakan iklim bisnis yang kondusif, meningkatkan kepastian hukum, serta menciptakan instrumen investasi yang beragam dan menarik. Sebenarnya, lanjut Yustinus, Indonesia secara umum merupakan market yang menarik. Sayang, ada risiko uncertainty (ketidakpastian) yang tinggi.

“Dengan kondisi itu, penting bagi pemerintah dan seluruh pihak untuk mendorong agar perekonomian bisa terus tumbuh. Dengan begitu, investasi juga bergeliat,” katanya.

Sumber : JawaPos.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only