Tingkatkan Kepastian Pajak, Ini Rencana DJP

“Kemudahan dalam administrasi perpajakan serta penurunan beban pajak korelasinya lebih kepada peningkatan kepatuhan para wajib pajak,” katanya kepada DDTCNews, Selasa (29/10/2019).

Hestu melanjutkan dengan memberikan kemudahan tersebut maka sebagai gantinya, otoritas akan melakukan pengawasan dan langkah penegakan hukum. Kedua aspek tersebut tidak akan berlaku sama untuk semua wajib pajak.

Otoritas hanya akan melakukan tindakan penegakan hukum hanya kepada wajib pajak yang tidak patuh. Dengan demikian, kepastian hukum dan keadilan dapat tercipta dalam sistem perpajakan nasional.

“Hal tersebut [kemudahan] juga memberikan justifikasi yang lebih kuat bagi otoritas untuk melakukan pengawasan dan penegakan hukum kepada para wajib pajak yang tidak patuh. Dengan demikian, perpajakan kita menjadi lebih adil dalam arti seluruhnya menjadi patuh,” paparnya.

Adapun rencana kerja DJP untuk memberikan kepastian dan keadilan tersebut dilakukan dalam dua rencana aksi. Pertama, melakukan simplifikasi administrasi berupa unifikasi kewajiban surat pemberitahuan (SPT) bagi orang pribadi dan badan.

Kedua, perbaikan regulasi pajak dengan mengandalkan omnibus law. Skema perubahan tersebut tidak hanya untuk memberikan fasilitas kepada wajib pajak, tapi juga untuk meningkatkan posisi Indonesia dalam Ease of Doing Business (EoDB).

“Ke depan, kita sedang merancang simplifikasi SPT Masa PPh. Beberapa SPT Masa bisa kita gabung dalam satu form (unifikasi SPT Masa) jadi mecakup beberapa kewajiban pot/put PPh. Itu meringankan beban administrasi pelaporan pajak bagi WP. Disamping itu, penurunan tarif PPh badan sesuai rancangan omnibus law,” imbuhnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dalam business survey on taxation (2016) yang ada dalam laporan bertajuk ‘Tax Morale: What Drives People and Businesses to Pay Tax?’ memaparkan sumber-sumber ketidakpastian pajak yang bervariasi di setiap wilayah.

Khusus untuk Asia, tiga sumber utama ketidakpastian adalah pertama, perlakuan otoritas pajak yang tidak dapat diprediksi atau tidak konsisten. Kedua, terlalu birokratisnya untuk patuh pada regulasi perpajakan, termasuk persyaratan dokumentasi.

Ketiga, inkonsistensi atau konflik antara otoritas pajak tentang interpretasi dari standar pajak internasional. Terkait hal ini, OECD mengatakan masalah perpajakan internasional merupakan sumber ketidakpastian pajak di semua wilayah. (kaw)

“Kemudahan dalam administrasi perpajakan serta penurunan beban pajak korelasinya lebih kepada peningkatan kepatuhan para wajib pajak,” katanya kepada DDTCNews, Selasa (29/10/2019).

Hestu melanjutkan dengan memberikan kemudahan tersebut maka sebagai gantinya, otoritas akan melakukan pengawasan dan langkah penegakan hukum. Kedua aspek tersebut tidak akan berlaku sama untuk semua wajib pajak.

Otoritas hanya akan melakukan tindakan penegakan hukum hanya kepada wajib pajak yang tidak patuh. Dengan demikian, kepastian hukum dan keadilan dapat tercipta dalam sistem perpajakan nasional.

“Hal tersebut [kemudahan] juga memberikan justifikasi yang lebih kuat bagi otoritas untuk melakukan pengawasan dan penegakan hukum kepada para wajib pajak yang tidak patuh. Dengan demikian, perpajakan kita menjadi lebih adil dalam arti seluruhnya menjadi patuh,” paparnya.

Adapun rencana kerja DJP untuk memberikan kepastian dan keadilan tersebut dilakukan dalam dua rencana aksi. Pertama, melakukan simplifikasi administrasi berupa unifikasi kewajiban surat pemberitahuan (SPT) bagi orang pribadi dan badan.

Kedua, perbaikan regulasi pajak dengan mengandalkan omnibus law. Skema perubahan tersebut tidak hanya untuk memberikan fasilitas kepada wajib pajak, tapi juga untuk meningkatkan posisi Indonesia dalam Ease of Doing Business (EoDB).

“Ke depan, kita sedang merancang simplifikasi SPT Masa PPh. Beberapa SPT Masa bisa kita gabung dalam satu form (unifikasi SPT Masa) jadi mecakup beberapa kewajiban pot/put PPh. Itu meringankan beban administrasi pelaporan pajak bagi WP. Disamping itu, penurunan tarif PPh badan sesuai rancangan omnibus law,” imbuhnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dalam business survey on taxation (2016) yang ada dalam laporan bertajuk ‘Tax Morale: What Drives People and Businesses to Pay Tax?’ memaparkan sumber-sumber ketidakpastian pajak yang bervariasi di setiap wilayah.

Khusus untuk Asia, tiga sumber utama ketidakpastian adalah pertama, perlakuan otoritas pajak yang tidak dapat diprediksi atau tidak konsisten. Kedua, terlalu birokratisnya untuk patuh pada regulasi perpajakan, termasuk persyaratan dokumentasi.

Ketiga, inkonsistensi atau konflik antara otoritas pajak tentang interpretasi dari standar pajak internasional. Terkait hal ini, OECD mengatakan masalah perpajakan internasional merupakan sumber ketidakpastian pajak di semua wilayah.

Sumber : ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only