Solid Dongkrak Ekonomi

Tekad pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Bank Indonesia yang akan fokus mendongkrak ekonomi nasional bukanlah isapan jempol. Soliditas yang ditunjukkan ketiga otoritas fiskal, jasa keuangan, dan moneter tersebut patut disambut positif, mengingat ekonomi Indonesia yang belum efisien sebenarnya juga berarti masih ada ruang untuk meningkatkan pertumbuhan.

Ketiga otoritas itu optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa didongkrak ke 5,3% tahun depan, dari perkiraan realisasi tahun 2019 sekitar 5,1%. Optimisme yang dibangun ini diharapkan menular ke pelaku usaha kita, yang tengah menunggu momen untuk berinvestasi pasca-pelantikan presiden dan kabinet periode 2019- 2024. Pasalnya, sejumlah tantangan masih harus diperhitungkan pengusaha, mulai dari tekanan penurunan harga komoditas, lesunya daya beli di dalam negeri, maupun risiko depresiasi rupiah.

Kondisi global juga belum menentu, baik karena perang dagang Amerika Serikat dengan RRT yang kini meluas ke Uni Eropa, maupun penurunan pertumbuhan global plus ancaman resesi sejumlah negara.

Gejolak global itu tak hanya membuat permintaan ekspor kita melemah. Adanya ancaman resesi di sejumlah emerging market – seperti Turki, Argentina, Meksiko, dan Brasil– menjadi sentimen negatif yang menghambat aliran dana global ke emerging markets, termasuk Indonesia.

Kondisi yang tidak menguntungkan itu tercermin pada pertumbuhan kredit perbankan nasional pada September 2019 yang hanya 8,0% secara tahunan (year on year/yoy), menjadi Rp 5.548,1 triliun. Bank Indonesia (BI) mencatat, pertumbuhan tersebut melambat dibandingkan pada Agustus lalu yang sebesar 8,7% (yoy). Semula, kredit perbankan diproyeksikan bisa tumbuh 12% tahun ini.

Oleh karena itu, langkah-langkah terobosan ketiga otoritas yang bisa meningkatkan efisiensi ekonomi dan memperbaiki iklim investasi sangatlah urgen, terutama untuk menarik dan meyakinkan pebisnis global berinvestasi di Tanah Air. Apalagi, di tengah gejolak ekonomi global yang tidak menentu, ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh di atas 5%, dengan produk domestik bruto (PDB) di atas US$ 1 triliun atau terbesar di kawasan Asean.

Berdasarkan catatan OJK, stabilitas sektor jasa keuangan di Tanah Air hingga pekan keempat Oktober juga masih terjaga di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi global. Ini antara lain bisa dilihat dari sisi permodalan perbankan yang kuat, dengan capital adequacy ratio (CAR) sebesar 23,38 % per September lalu.

Risiko kredit juga terjaga dengan rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) gross 2,66 % dan NPL nett 1,15 %. Kondisi ini memberi ruang untuk ekspansi kredit bisa lebih besar ke depan.

OJK juga mencatat, dana pihak ketiga perbankan masih tumbuh 7,4% (yoy), menjadi Rp 5.891,92 triliun. Sedangkan penghimpunan dana di pasar modal mencapai Rp 140,3 triliun, dengan 40 perusahaan melakukan initial public offering (IPO) saham di Bursa Efek Indonesia.

Sementara itu, pemerintah memastikan belanja meningkat, termasuk dana-dana yang digelontorkan untuk membangun daerah. Hal ini akan mendorong ekonomi daerah yang masih tertinggal dan membantu memperkuat daya beli masyarakat. Upaya memperkuat daya beli ini sangat penting, mengingat kontributor ekonomi Indonesia yang terbesar masih dari konsumsi rumah tangga.

Berikutnya adalah investasi. Nah, untuk membangun kepercayaan pelaku pasar agar mau kembali berinvestasi di Tanah Air, tentu saja ketiga otoritas fiskal, jasa keuangan, maupun moneter harus lebih aktif menularkan optimisme dan membangun iklim usaha yang lebih ramah investasi. Ini misalnya dengan bersinergi mendorong suku bunga kredit lebih rendah untuk investasi.

Selain Bank Indonesia masih bisa menurunkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI 7DRRR) ke depan, transmisi penurunan suku bunga kredit perbankan juga harus dipercepat. Dalam hal ini, pemerintah bisa mendorong BUMN pemilik dana besar seperti BPJS Ketenagakerjaan dan BUMN yang lain tidak meminta bunga tinggi untuk depositonya.

Selain itu, bank-bank BUMN harus didorong untuk memperkuat pendapatan nonbunga (fee based income) dan melakukan efisiensi, sehingga tidak terlalu banyak tergantung pada pendapatan bunga yang tinggi Pemerintah juga perlu menurunkan tingkat bunga Surat Berharga Negara, yang cenderung lebih disukai investor karena zero risk.

Saat ini, yield Surat Utang Negara (SUN) RI tenor 10 tahun masih sekitar 7,04%, lebih tinggi 522 bps dari surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa sekitar 1,82%. Sementara itu, BI-7DRRR sudah turun ke 5%.

Berikutnya, sektor-sektor yang menjadi prioritas untuk memperbaiki defisit neraca perdagangan dan transaksi berjalan (current account deficit/CAD) juga perlu mendapat kemudahan mendapatkan kredit dengan bunga rendah atau disubsidi pemerintah. Ini misalnya sektor industri pengolahan atau manufaktur yang berorientasi ekspor, industri substitusi impor, dan pariwisata.

Untuk menarik investasi manufaktur, pasar dalam negeri juga harus dilindungi dari perdagangan yang tidak fair, selain penyelundupan diberantas dan diberi sanksi berat. Produk-produk impor yang didumping dan merugikan industri dalam negeri harus dikenai bea masuk tambahan yang tinggi, sebagaimana kini diberlakukan Amerika Serikat terhadap mitra dagangnya yang melakukan perdagangan tidak fair.

Selain itu, berbagai insentif yang digulirkan pemerintah seperti tax holiday dan super deduction tax harus dipermudah realisasinya. Yang tak kalah penting, rencana penurunan pajak penghasilan (PPh) badan dari 25% saat ini menjadi 20% harus dipercepat tahun depan, jangan menunggu hingga 2023. Pasalnya, negara maju seperti Amerika Serikat saja sudah memangkas pajak korporasi dari 35% menjadi 21% untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Bahkan, negara tetangga seperti Singapura pajaknya sudah lama hanya 17%.

Dengan demikian, selain ekonomi nasional bisa tumbuh 5,3% tahun depan, kepercayaan investor global meningkat. Hal ini sangat penting guna menarik kembali capital inflow, agar defisit transaksi berjalan membaik dan stabilitas rupiah terjaga untuk mendukung dunia usaha di Tanah Air.

Sumber : Inversor.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only