IHSG Lesu Akibat Sentimen Eksternal Seperti Perang Dagang

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada awal perdagangan Senin (11/11/2019) lesu 0,06% atau 3,53 poin ke 6174,44. Sejumlah 93 saham menguat, 54 saham lesu, dan 145 saham stagnan. Sore ini, asing membukukan jual bersih Rp4,53 miliar.

Saham teratas yang paling menguat dari kelompok 45 saham unggulan atau Indeks LQ45 adalah PT Indo-Rama Synthetics Tbk ( INDR) naik 2,29% ke Rp3.580 per lembar saham. Saham yang paling melemah adalah PT Bank Tabungan Negara Persero ( BBTN) turun 1,59% ke Rp1.860.

Secara umum, saham teruntung adalah Bintang Mitra Semestaraya Tbk (BMSR) naik 16,94% ke Rp214 per lembar saham. Sementara, saham terlesunya adalah PT Mahaka Media Tbk (ABBA) turun 2,42% ke Rp121.

Kepala riset PT Valbury Sekuritas Indonesia Alfiansyah menilai pelemahan IHSG disebabkan oleh sentimen internal nampak lemah memberikan dukungan bagi indeks BEI ini. Faktor eksternal pun tengah menantikan kesepakatan fase satu pertemuan AS dan Cina yang tengah membahas perdagangan.

“Realisasi belanja pemerintah yang menurun di triwulan III 2019,” kata Alfiansyah kepada Akurat.co.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui realisasi belanja modal kementerian dan lembaga (K/L) melalui APBN 2019 baru mencapai Rp 80,4 triliun per September 2019. Hingga September, belanja modal pemerintah baru memenuhi 42,5% dari pagu APBN 2019 yang sebesar Rp 189,34 triliun. 

Dari luar negeri, Alfiansyah mengatakan pasar tengah tengah menantikan kesepakatan fase satu AS-China dan diharapkan ada  kesepakatan yang dapat mencakup penghapusan beberapa tarif. 

Sementara itu para perunding Cina dan AS melakukan diskusi yang serius dan konstruktif dan setuju untuk membatalkan tarif tambahan secara bertahap demi kemajuan dibuat pada perjanjian.

Kedua belah pihak sepakat untuk mengurangi tarif secara proporsional. Cina mendorong AS untuk membatalkan kenaikan tarif pada Desember dan menghapus tarif 15% yang dikenakan pada 1 September untuk barang Cina senilai USD 125 miliar.

Direktur riset dan investasi Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico menilai pelemahan IHSG dipicu oleh memanasnya AS-China dan penantian data perdagangan domestik dan asing.

“Kali ini Trump mengatakan bahwa Amerika belum setuju untuk memutar kembali tarif yang sebelumnya dikenakan oleh Amerika terhadap China. Harapan yang tadinya diajukan oleh China dan Amerika untuk mengamankan perjanjian perang dagang antara China dan Amerika tampaknya mungkin akan kandas ditengah jalan,” kata Nico.

Juru bicara Departemen Perdagangan China, Gao Feng mengatakan bahwa negosiator telah mendiskusikan dan mereka setuju untuk menghapuskan tarif tambahan secara bertahap karena kemajuan yang telah dicapai dalam mencapai sebuah kesepakatan.

Tidak hanya itu saja, Larry Kudlow juga mengatakan bahwa jika ada perjanjian perdagangan fase satu, maka akan ada perjanjian mengenai tarif dan konsesi. 

Pilarmas melihat lagi lagi hal ini sebagai sebuah permainan antara Amerika dan China, karena Pilarmas menyadari bahwa setiap sentimen yang muncul dari kedua belah pihak, mampu membuat gejolak di pasar, baik positif maupun negative sentiment tersebut.

Bukan hanya itu saja, dengan adanya komentar Trump tersebut, justru berpotensi memperpanjang fase ketidakpastian hingga bulan Desember nanti karena besar kemungkinan kesepakatan akan ditandatangani pada bulan December. 

“Mari kita mulai dengan data makro ekonomi Indonesia yang akan hadir pada tanggal 15 November nanti yang dimana data yang akan muncul adalah Exports, Imports, dan Trade Balance,” kata Nico.

Sejauh ini kami melihat trade balance berpotensi untuk mengalami penurunan kembali. Setelah penantian akan data ekonomi dalam Negeri, fokus berikutnya akan beralih kepada data ekonomi luar Negeri. Salah satunya dari England yang dimana Moody’s menurunkan outlook England menjadi negative. Meskipun belum ada penurunan rating, tapi hal ini sudah cukup memberikan impact dan perhatian akan ekonomi Inggris. 

Moodys menilai bahwa Pemerintah Inggris tidak memiliki komitmen terhadap disiplin fiscal dan tidak mampu menetapkan beberapa kebijakan Brexit yang hingga hari ini masih terkantung kantung, dan tidak jelas kapan Brexit ini akan selesai.

Inggris juga akan mengeluarkan data GDP yang dimana secara YoY diperkirakan akan mengalami penurunan dari sebelumnya 1.3% menjadi 1.1%. Pada akhirnya, perekonomian England terkena efek samping proses Brexit.

Jerman pada tanggal 14 nanti akan mengeluarkan data GDP yang dimana sebelumnya sudah terkontraksi secara QoQ yaitu berada di -0.1%, meskipun secara YoY masih berada dikisaran 0.4%. 

Data Jerman ini akan menjadi sebuah tanda apakah Jerman akan memasuki fase resesi pada kuartal ke 3 atau tidak. Ini akan menjadi pelemahan GDP terburuk dari jerman sejak 2015 silam lalu dimana GDP Jerman berada di -0.2%, meskipun kuartal berikutnya berangsur angsur sudah mengalami pemulihan.

Sumber : AKURAT.CO

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only