Kekurangan Penerimaan Pajak 2019 Diproyeksi Lebih dari Rp 140 Triliun

Direktorat Jenderal Pajak memperkirakan kekurangan penerimaan atau shortfall pajak di akhir tahun ini bakal berada di atas proyeksi sebelumnya sebesar Rp 140 triliun. Namun, jumlahnya diperkirakan tak akan melampaui akumulasi shorfall dalam dua tahun terakhir yang mencapai Rp 240 triliun.

“Masih dicermati tapi semoga tidak sebesar tren dua tahun terakhir sebesar Rp 240 triliun, tapi mungkin ada pelebaran sedikit dari yang sudah disampaikan sebelumnya,” ujar Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Pajak Yon Arsal di Jakarta, Senin (25/11).

Berdasarkan laporan kinerja Ditjen Pajak, realisasi penerimaan pajak pada 2017 mencapai Rp 1.151,12 triliun dan Rp 1.313,51 triliun pada 2018. Dengan realisasi tersebut, kekurangan penerimaan pajak pada 2017 dan 2018 masing-masing mencapai Rp 127,2 triliun dan Rp 110,78 triliun.

Kementerian Keuangan sebelumnya memproyeksi kekurangan penerimaan pajak tahun ini mencapai Rp 140 triliun. Meski memproyeksi shorfall pajak akan melebar dari proyeksi awal, Yon belum dapat memberikan angka baru.

Pihaknya saat ini masih memantau data perekonomian, terutama kinerja impor yang menjadi penentu penerimaan pajak.

“Risiko paling besar pada impor. Untuk impor November mungkin masih minus, tapi mudah-mudahan tidak sebesar minus di Oktober kemarin,” harap Yon.

Guna memperkecil shortfall pajak, pihaknya telah melakukan langkah extra effort atau upaya lain untuk meningkatkan penerimaan pajak. “Laporan bulan Oktober hasilnya sudah mencapai di atas Rp 120 triliu,” jelas dia.

Adapun di sisa satu bulan terakhir ini, Ditjen Pajak akan menekankan upaya pengawasan, pemeriksaan, serta penegakkan hukum dalam mengejar target penerimaan. “Salah satunya dengan pemanfaatan data keuangan,” kata dia.

Hingga Oktober 2019, penerimaan pajak baru mencapai Rp 1.018,47 triliun, atau 64,56% dari target penerimaan dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara 2019 sebesar Rp 1.577,56 triliun. Dengan demikian, dibutuhkan Rp 559 triliun untuk mencapai target tahun ini.

Penerimaan pajak pada Oktober juga hanya tumbuh 0,23% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Menurut Yon, terdapat tiga faktor utama penyebab pertumbuhan pajak kali ini relatif kecil.

Pertama, percepatan restitusi yang diberikan pemerintah. Kedua, perlambatan ekonomi. Ketiga, harga komoditas yang belum membaik secara signifikan.

“Ada perbaikan harga sawit, tapi baru bisa ditransmisikan ke penerimaan Desember atau tahun depan karena kontraknya berlaku dalam beberapa bulan,” jelas dia.

Sumber : Katadata.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only