Tenggat waktu tinggal empat hari, draf RUU Omnibus Law Perpajakan belum kelar

JAKARTA. Draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Perpajakan masih belum rampung. Padahal pemerintah menargetkan RUU sapu jagat perpajakan tersebut masuk ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 12 Desember 2019 agar menjadi bagian Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan sebagai perancang RUU Omnibus Law Perpajakan pihaknya belum juga menyelesaikan draf RUU yang digadang-gadang bisa mendongkrak investasi dalam negeri itu. Yang jelas, Sri Mulyani menegaskan, pemerintah bakal ngebut dengan tenggat waktu tiga hari lagi.

“Kita sedang harmonisasi sekarang, semoga bisa diselesaikan segara,” kata Sri Mulyani di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (9/12).

Harmonisasi Omnibus Law Perpajakan terus berlangsung sebab ada tiga UU yang akan masuk ke beleid ini yakni UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), UU Kepabeanan, dan UU Cukai.

Padahal, beleid yang tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Pengutan Ekonomi ini sebelumnya hanya terdapat UU Ketentuan dan Tata Cara Umum Perpajakan (KUP), UU Pajak Penghasilan (PPh), dan UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Menurut Sri Mulyani, UU Kepabeanan menjadi formula baru Omnibus Law Perpajakan lantaran dalam rangka menyamakan dari sisi denda kepabeanan agar bisa setara dan konsisten dengan denda perpajakan. Adapun batas atas denda kepabenan akan direlaksasi dari 1.000% menjadi 400%.

Padahal, tahun ini pemerintah sudah memberikan relaksasi denda kepabeanan. Beleid tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas PP No.28/2008 terkait Pengenaan Sanksi Administrasi Berupa Denda di Bidang Kepabeanan. Aturan yang diterbitkan pada awal Juli 2019 itu telah memperluas layer sanksi dari semula lima layer menjadi 10 layer.

Dalam PP 39/2019 diatur kekurangan bayar sampai dengan 50% dikenai denda 100%, di atas 50% – 100% terkena denda 125%, di atas 100% – 150% dikenai denda 150%, di atas 150% – 200% dikenai denda 175%, dan di atas 200% – 250% terkena denda 200%.

Adapun eksportir maupun improtir yang kurang bayar 250% – 300% dikenai denda sebesar 225%, di atas 300% – 350% dikenai denda 250%, di atas 350% – 400% terkena denda 300%, lebih dari 400% – 450% dikenai denda sebesar 600%, dan yang terakhir di atas 450% dari total bea masuk atau bea keluar yang telah dibayar yang dikenai denda, dikenai denda sebesar 1.000%.

Sehingga, dengan batas atas denda 400% di RUU Omnibus Law Perpajakan akan setara dengan denda perpajakan di mana paling tinggi mencapai empat kali lipat. Sri Mulyani juga menegaskan materi UU Kepabeanan dalam RUU Omnibus Law Perpajakan hanyalah mengenai relaksasi denda.

Mengenai UU Cukai, Sri Mulyani enggan berkomentar formula apa yang bakal dicantumkan dalam RUU Omnibus Law Perpajakan. Berdasarkan sumber Kontan.co.id, bila UU Cukai masuk ke beleid sapu jagat pajak itu kemungkinan besar ekstensifikasi cukai akan ditekankan guna mendongkrak penerimaan negara di tengah relaksasi pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN).

Sumber : KONTAN.CO.ID

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only