DJP Mulai Siapkan Rancangan Aturan Teknis Omnibus Law Perpajakan

“Kita sedang siapkan infrastruktur pendukungnya dari omnibus law perpajakan,” katanya di Kantor Kemenkeu, Senin (13/1/2020).

Suryo menyebut infrastruktur pendukung dari omnibus law perpajakan terdiri atas berbagai instrumen kebijakan. Aturan teknis dari omnibus law perpajakan, menurutnya, bisa setingkat peraturan menteri keuangan (PMK) hingga peraturan pemerintah (PP).

Omnibus law perpajakan ini kan ada banyak [aturan turunannya] mulai dari PP sampai PMK,” ungkap Suryo.

Persiapan terkait aturan teknis dimaksudkan agar terobosan kebijakan di bidang perpajakan dapat dilaksanakan sesegara mungkin setelah pembahasan dengan parlemen selesai. Hingga saat ini, pemerintah belum menyetorkan RUU omnibus law perpajakan ke DPR untuk dibahas dalam masa persidangan II, tahun sidang 2019-2020.

“Disiapkan infrastrukturnya. Jadi, ketika sudah selesai, bisa segera dilaksanakan,” imbuhnya.

Seperti diketahui, ada beberapa rencana kebijakan yang masuk dalam omnibus law. Salah satu kebijakan yang dinanti-nanti adalah pemangkasan tarif pajak penghasilan (PPh) badan dari 25% menjadi 22% (2021—2022) dan 20% (mulai 2023).

Selain itu, ada pula redefinisi bentuk usaha tetap (BUT) yang tidak hanya terbatas pada kehadiran fisik. Pemerintah akan meminta perusahaan digital untuk memungut, menyetorkan, dan melaporkan pajak pertambahan nilai (PPN).

Pembahasan selengkapnya terkait rencana penyusunan omnibus law perpajakan ini juga ada dalam majalah InsideTaxedisi ke-41. (kaw)

“Kita sedang siapkan infrastruktur pendukungnya dari omnibus law perpajakan,” katanya di Kantor Kemenkeu, Senin (13/1/2020).

Suryo menyebut infrastruktur pendukung dari omnibus law perpajakan terdiri atas berbagai instrumen kebijakan. Aturan teknis dari omnibus law perpajakan, menurutnya, bisa setingkat peraturan menteri keuangan (PMK) hingga peraturan pemerintah (PP).

Omnibus law perpajakan ini kan ada banyak [aturan turunannya] mulai dari PP sampai PMK,” ungkap Suryo.

Persiapan terkait aturan teknis dimaksudkan agar terobosan kebijakan di bidang perpajakan dapat dilaksanakan sesegara mungkin setelah pembahasan dengan parlemen selesai. Hingga saat ini, pemerintah belum menyetorkan RUU omnibus law perpajakan ke DPR untuk dibahas dalam masa persidangan II, tahun sidang 2019-2020.

“Disiapkan infrastrukturnya. Jadi, ketika sudah selesai, bisa segera dilaksanakan,” imbuhnya.

Seperti diketahui, ada beberapa rencana kebijakan yang masuk dalam omnibus law. Salah satu kebijakan yang dinanti-nanti adalah pemangkasan tarif pajak penghasilan (PPh) badan dari 25% menjadi 22% (2021—2022) dan 20% (mulai 2023).

Selain itu, ada pula redefinisi bentuk usaha tetap (BUT) yang tidak hanya terbatas pada kehadiran fisik. Pemerintah akan meminta perusahaan digital untuk memungut, menyetorkan, dan melaporkan pajak pertambahan nilai (PPN).

Pembahasan selengkapnya terkait rencana penyusunan omnibus law perpajakan ini juga ada dalam majalah InsideTaxedisi ke-41.

Sumber: ddtc.co.id 

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only