Anggota Dewan: Pembahasan Omnibus Law Jangan Antikritik

PATI — Pembahasan rancangan undang-undang terkait Omnibus Law jangan anti terhadap berbagai kritik yang konstruktif. Hal ini penting agar dalam pelaksanaannya nanti tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) oleh jajaran pemerintahan.

Anggota DPR RI Marwan Jafar mengatakan, kaidah agama Islam sudah lama mengingatkan bahwa niat, tekad atau tujuan yang baik harus senantiasa beriringan dengan cara- cara, sarana dan metode yang baik pula.

Maksudnya, jangan sampai niat dan tekad yang mulia tersebut justru dilakukan dengan menghalalkan segala cara. “Tak terkecuali dengan keinginan Pemerintah dalam mewujudkan Undang Undang Omnibus Law,” ungkapnya, di sela kunjungan kerja di Pati, Jawa Tengah, Ahad (2/2). 

Terkait dengan kaidah tersebut, Pemerintah juga dituntut menempuh berbagai cara maupun sosialisasi yang santun, bijak, melakukan kajian komprehensif dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.

Termasuk aspirasi warga masyarakat secara optimal serta berkeadilan sosial. “Artinya, jangan sampai –sejak perumusan pasal- pasal perundangan sampai dengan penerapan dan pelaksanaan nanti– mengabaikan berbagai kritikan konstruktif,” tegasnya.

Wakil rakyat dari Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Tengah 3 ini juga mengatakan, pada pidato pelantikan 20 Oktober 2019 lalu, Presiden, Joko Widodo pertama kali menyampaikan rencana Pemerintah membuat UU Omnibus Law.

Adanya ‘perundangan payung’ ini bakal berdampak terhadap sekitar 82 Undang Undang terkait sebelumnya. Dalam waktu dekat, RUU Omnibus Law akan diserahkan ke DPR melalui Badan Legislasi DPR dan akan memasuki proses pembahasan.

“Saya mendukung, namun dengan catatan harus diikuti sosialisasi ke publik yang cukup maksimal dan partisipasi optimal sejumlah pemangku kepentingan secara berimbang,” tegas politisi Fraksi PKB DPR RI ini.

Ia juga mengingatkan, aturan Omnibus Law yang termasuk di dalamnya soal RUU Cipta Lapangan Kerja dan Perpajakan memang bertujuan baik. Misalnya guna mencari jalan keluar mengurangi tingkat pengangguran, mengejar investasi secara besar-besaran dan berupaya menyederhanakan sistem perizinan dan perpajakan.

Namun mantan Menteri Desa-Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) ini, juga kembali menyinggung perlunya Pemerintah menggenjot pelaksanaan program Reformasi Agraria.

Terutama terkait dengan legalisasi aset tanah yang berpotensi besar untuk dimanfaatkan warga masyarakat dengan sebaik- baiknya. “Pemerintah kan sudah menargetkan legalisasi aset tanah hingga 9 juta hektar bidang lahan melalui redistribusi sertifikat tanah rakyat, namun hingga 2019 baru sekitar 1 juta bidang lahan yang tersertifikasi,” jelasnya.

Data di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyebutkan, reformasi agraria juga mencakup program perhutanan sosial. Nantinya masyarakat diberi hak mengelola kawasan hutan selama 35 tahun.

Guna mendorong program tersebut, juga telah diterbitkan Peraturan Presiden (PP) Nomor 88 Tahun 2017, yang mengatur tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasah Hutan (PPTKH).

Melalui Perpres tersebut, Pemerintah membentuk tim di berbagai daerah guna mengidentifikasi lahan hutan yang dapat dikelola masyarakat.

Sumber: republika.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only