Membongkar Omnibus Law, Negara Kehilangan Rp80 T & Permudah Penerapan Cukai Plastik

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Suryo Utomo menyebutkan bahwa Omnibus Law Perpajakan akan mulai diimplementasikan ketika Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah mengesahkan. Suryo mengatakan, draf Omnibus Law yang bertujuan untuk meningkatkan investasi itu sudah diserahkan kepada DPR RI sejak 31 Januari 2020 sehingga saat ini sedang menunggu pembahasan oleh para anggota dewan.

“RUU sudah disampaikan ke dewan akhir Januari. Berlakunya ini ketika diketok dan berlaku jadi kita masih menunggu pembahasan selanjutnya dengan dewan,” katanya di Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (11/2).

Suryo menyebutkan dalam Omnibus Law Perpajakan terdapat enam pilar, 14 kebijakan, dan beberapa peraturan yang terdampak seperti UU PPh, UU PPN, UU KUP, UU Kepabeanan, UU cukai, UU PDRD, dan UU Pemda.

Penurunan Corporate Income Tax

Pilar pertama adalah meningkatkan pendanaan investasi dengan menurunkan Pajak Penghasilan (PPh) atau corporate income tax dari 25 persen secara bertahap ke 20 persen yaitu pada 2021 diturunkan menjadi 22 persen dan pada 2023 akan menjadi 20 persen.

“Fasilitas yang coba diberikan bagaimana uang pajak yang diberikan kepada negara dikembalikan pada bisnis untuk menggerakkan atau ekspansi bisnisnya,” katanya.

Selanjutnya, dalam pilar pertama juga terdapat penurunan tarif PPh badan untuk perusahaan terbuka, penghapusan PPh atas dividen dari dalam negeri, dan penyesuaian tarif PPh Pasal 26 atas bunga.

Dia menyebutkan, melalui penurunan PPh diharapkan dapat menciptakan kegiatan ekonomi baru yang memunculkan pajak di dalamnya sehingga mampu lebih meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

“Jumlah konsumsi meningkat, karyawan bertambah. Harapan eksternalitas dari kebijakan ini untuk meningkatkan perekonomian dan penerimaan pajak,” ujarnya.

Suryo Utomo mengatakan, adanya kebijakan penurunan tarif pajak penghasilan atau PPh dalam Omnibus Law Perpajakan berpotensi menghilangkan penerimaan pajak sebesar Rp80 triliun.

“Esensinya tarif turun tapi bisa dimanfaatkan untuk pertumbuhan ekonomi. Sekitar Rp80 triliun untuk estimasi turunnya karena tarif turun,” kata Suryo.

Suryo menegaskan, potensi hilangnya penerimaan pajak tersebut hanya untuk penurunan PPh sedangkan substansi lain yang juga ada pada RUU Omnibus Law Perpajakan belum dihitung.

“Fasilitas yang coba diberikan bagaimana uang pajak yang diberikan kepada negara dikembalikan pada bisnis untuk menggerakkan atau ekspansi bisnisnya,” katanya.

Penghasilan Luar Negeri Tak Kena Pph

Pilar kedua adalah sistem teritori untuk penghasilan luar negeri yaitu penghasilan tertentu dari luar negeri termasuk dividen tidak dikenakan PPh sepanjang diinvestasikan di Indonesia dan penghasilan WNA yang SPDN hanya atas penghasilan berasal dari Indonesia.

Pilar ketiga adalah penentuan subjek pajak orang pribadi yaitu bagi WNI tinggal kurang dari 183 hari di luar negeri menjadi subjek pajak luar negeri (SPLN) dan tidak lagi menjadi SPDN, serta bagi WNA yang bekerja di Indonesia lebih dari 183 hari maka tercatat sebagai SPDN.

Pilar keempat adalah mendorong kepatuhan wajib pajak dan wajib bayar secara sukarela dengan melakukan relaksasi hak pengkreditan pajak masukan bagi pengusaha kena pajak (PKP) serta pengaturan ulang bagi sanksi administratif pajak, pabean, dan cukai.

Pilar kelima adalah menciptakan keadilan iklim berusaha dalam negeri dengan kebijakan pemajakan bagi penunjukan platform memungut PPN dan SPLN atas transaksi elektronik di Indonesia.

Selanjutnya dalam pilar kelima juga terdapat kebijakan rasionalisasi pajak daerah dengan penetapan tarif yang berlaku secara nasional serta dilakukan evaluasi pada perda PDRB terhadap kebijakan fiskal nasional. “Di pilar kelima juga ada relaksasi penentuan jenis barang kena cukai,” ujar Suryo.

Pilar keenam adalah pengaturan fasilitas dalam UU perpajakan yakni berupa tax holiday, super deduction, fasilitas PPh untuk kawasan ekonomi khusus, PPh untuk surat berharga negara, dan keringanan atau pembebasan pajak daerah oleh kepala daerah.

Penentuan Objek Kena Cukai Tak Perlu Izin DPR

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan bahwa melalui adanya Omnibus Law Perpajakan maka penentuan barang kena cukai baru tidak lagi melalui izin Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Heru menuturkan penentuan dalam menambahkan maupun mengurangi objek kena cukai nantinya hanya melalui Peraturan Pemerintah (PP) setelah Omnibus Law tersebut diimplementasikan.

“Tujuan pengendalian dan pembatasan dari barang-barang yang jadi objek cukai baru itu bisa langsung diimplementasikan berdasarkan Peraturan Pemerintah,” katanya di Kantor DJP, Jakarta, Selasa.

Heru mengatakan melalui Peraturan Pemerintah itu membuat pemerintah lebih cepat dalam memutuskan sesuatu termasuk menentukan jenis barang yang harus dibatasi karena hanya membutuhkan tanda tangan presiden tanpa pembahasan bersama DPR. “Kita berharap izin prinsip itu sudah diberikan di Omnibus Law dan diserahkan pada pemerintah dengan mempertimbangkan tujuan pengendalian yang bersifat dinamis dan fleksibel,” katanya.

Di sisi lain, Heru menegaskan melalui Omnibus Law tidak berarti peran dan keterlibatan DPR menjadi hilang sebab persetujuannya masih dibutuhkan dalam menyetujui draf Omnibus Law Perpajakan yang telah diserahkan beberapa waktu lalu. “Di APBN pasti ada unsur pembahasan mengenai target penerimaan dan di dalamnya pasti ada kalkulasi itu,” ujarnya.

Implementasikan Cukai Plastik

Lebih lanjut, dia mengatakan setelah Omnibus Law Perpajakan disetujui maka pemerintah juga akan mengimplementasikan tarif untuk tiga objek cukai baru yaitu plastik, minuman berpemanis, dan karbon.

“Tentunya sudah kita siapkan secara teknis, katanya.

Sebagai informasi, Draf Omnibus Law Perpajakan telah diserahkan kepada DPR RI dan kini masih menunggu keputusan Badan Musyawarah (Bamus) DPR terkait pembahasan melalui Badan Legislasi Panja atau Pansus

“Kita harap izin itu diberikan secara prinsip melalui Omnibus Law yaitu DPR atas usulan pemerintah sehingga tujuan pengendalian dan pembatasan objek cukai baru bisa langsung diimplementasikan berdasarkan PP,” kata Heru.

Sumber: Merdeka.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only