Pemerintah Bakal Beri Sanksi Buat Pemda yang Pungut Pajak Berlebihan

JAKARTA – Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bakal memberikan sanksi kepada pemerintah daerah (pemda) yang masih melakukan pemungutan pajak berlebih atau excessive pajak. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan iklim investasi yang sinkron antara pusat dengan daerah.

Adapun investasi itu tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan Umum dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian atau Omnibus Law Perpajakan. Saat ini, RUU tersebut sudah masuk ke DPR untuk dibahas parlemen.

Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu, Astera Primanto Bhakti, menjelaskanmelalui beleid itu, pemerintah pusat memiliki wewenang untuk melakukan evaluasi pada peraturan daerah (perda) yang terkait dengan pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD).

“Jadi ada dua sisi, yang sudah jadi (perda) nanti kita lihat (evaluasi), kemudian yang belum yaitu baru rancangan perda, kita berikan usul,” ujarnya di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Selasa (11/2/2020).

Menurutnya, jika kedapatan aturan yang bertentangan dengan kebijakan fiskal pemerintah pusat, maka dapat dilakukan pencabutan hingga pemberian sanksi pada pemda tersebut. Sanksi itu dapat melalui dana transfer ke daerah.

“Sanksi bisa dua hal, pertama diminta untuk mencabut atau kalau masih dalam bentuk rancangan perda, perlu dilakukan adjustment (penyesuaian). Kedua, kalau misalkan tetap dilaksanakan oleh pemda tersebut, tentunya kami punya mekanisme, ada konsekuensi dari sisi anggaran yang kita ambil,” jelasnya.

Prima menjelaskan dalam omnibus law perpajakan memang terdapat poin aturan mengenai rasionalisasi pajak daerah. Ini mencakup penetapan tarif pajak daerah dapat berlaku nasional, dan evaluasi terhadap perda PDRB terhadap kebijakan fiskal nasional.

Dia bilang, pemerintah pusat akan membangun sistem antara Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri untuk mengawasi aturan pemda tersebut. Meski demikian, Prima enggan menjelaskan lebih lanjut mengenai skema pemberian sanksi melalui dana transfer ke daerah itu.

“Sehingga nantinya kami punya alert, kalau ada rancangan perda atau perda yang bisa berdampak ke iklim usaha di Indonesia secara umum,” katanya.

Prima mencontohkan, salah satu yang menjadi evaluasi pemerintah pusat yakni seperti pajak untuk penggunaan air tanah. Padahal, jika ditelusuri pengenaan pajak itu mirip dengan pajak royalti, di mana perusahaan tersebut juga sudah dikenakan pajak royalti.

“Hal-hal yang seperti ini, tentu akan kita lihat lagi, soal tarifnya bagaimana,” imbuh dia.

Menurutnya, pemungutan pajak tersebut tak sejalan dengan upaya pemerintah dalam memberikan insetif fiskal guna meningkatakn investasi. Pemerintah sudah memberikan fasilitas pajak berupa tax holiday, super deduction tax, hingga Pajak Penghasilan (PPh) untuk Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

“Karena pemerintah ingin agar pajak-pajak daerah yang dikenakan oleh masing-masing pemda itu tidak mengganggu iklim investasi daerah. Karena yang namanya investor itu butuh kepastian,” jelasnya.

Sumber: sindonews.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only