Bea Cukai Bikin OLShop Jumpalitan

Suara Rosiana Rismawaty terdengar parau ketika KONTAN bertanya tentang kondisi penjualan tasnnya. Dengan nada tersedu, perempuan yang berdagang tas secara online di Batam itu menjawab, “Belum ada satupun tas yang bisa saya jual hari ini,” kata Rosdiana melalui sambungan telepon.


Setelah tiga tahun berjualan online, baru kali ini Rosdiana tidak mendapatkan pesanan dari pelanggan. Sementara, sederet produknya yang dipajang di etalasae marketplace hanya dipelototi konsumen saja.
Sebagian ada yang mampir dan bertanya, namun batal memberik karena ada biaya ekstra berupa bea masuk, pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh). Pungutan itu harus dibayar sebelum tas tersebut keluar dari wilayah batam.


“Biasayanya saya menjual Rp 70.000 per tasm sekarang dengan bea masuk, PPN dan PPh, saya harus menjualnya Rp 103.000. Itu belum termasuk ongkos kirim,” kata perempuan yang akrab disapa Diana itu.
Akibatnya, pelanggan yang tahunya membeli tas Diana seharga Rp 70.000, perlahan menjauh. Kondisi ini membuat penjualan tas milik Diana anjlok drastis. Jika dulu saban hari Diana bisa menjual 70 tas, kini ia hanya bisa jual enam tas saja, bahkan pernah tak mencatat penjualan sama sekali. Untuk diketahui, tas yang dijual Diana merupakan tas impor melalui Batam tanpa dikenakan bea masuk. Maklum saja, Batam adalah area perdagangan bebas atau dikenal dengan nama free trade zone (FTZ).


Selama ini, pedagang online seperti Diana bebas mengirim barang tanpa membayar bea masuk dan pajak ke daerah lainnya di Indonesia. Asalkan harga jual produknya tak lebih dari US$ 75. Namun sejak 30 Januari lalu, standar harga barang yang mendapat pembebasan bea masuk itu diturunkan menjadi US$ 3, atau setara Rp 42.000 per barang.
Perubahan ketentuan inilah yang menjadi malapetaka bagi Diana dan pedagang online di Batam lainnya. Diana yang dulunya bisa melenggang menjual tas seharga Rp 70.000, kini tak bisa lagi. Ia harus membayar bea masuk tambahan dengan kisaran 15%-10%.


Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199 Tahun 2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor Barang Kiriman. Aturan ini berlaku mulai 30 Januari 2020. “Sejak aturan berlaku, pedagang online yang rata-rata usaha kecil menengah (UMK) kesulitan menjual produknya,” kata Ibu dari dua anak itu.
Diana merupakan satu dari ratusan orang atau mungkin ribuan orang yang berdagang online lewat media sosial atau e-commerce di Batam. Ada banyak pedagang lain seperti Diana, yang belakangan juga kesulitan menjual produk dagangannya.


Saugi Shabab, Ketua Batam Online Community (BOC), salah paguyuban pedagang online di Batam menyebutkan, ada ribuan pedagang yang kini menggantungkan hidupnnya dari perdagangan online.
Mereka berdagang dengan memanfaakan market place dan media sosial. “Saya khawatir, efek dari regulasi ini akan berdampak ke pertumbuhan ekonomi Batam. Karena mata rantai ekonominya tidak sederhana,” tegas Saugi


Ada multi pihak yang terlibat langsung dalam mata rantai perdagangan online di Batam, mulai dari kelompok pemasok barang impor seperti; impportir, perusahaan kapal, bisnis gudang dan grosir. “Kabal terakhir, grosir dan importir sudah ada yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK),” ungkap Saugi.


Maka itu, Saugi memastikan, pemasok produk impor tersebut tak akan mengimpor lagi jika barangnya terserap. Akibatnya pelaku bisnis distribusi barang mulai dari pedagang online, agen ekspedisi jasa gudang kargo dan maskapai penerbangan juga bisa kehilangan pendapatan.


Kelompok bisnis lain yang ikut terkena apes adalah sektor transportasi, yang membawa dan memindahkan barang. Jasa transportasi ini mulai dari perusahaan penyewaan kendaraan sampai perusahaan penyewaan kendaraan sampai perusahaan otomotif yang menjual kendaraannya. “Perusahaan material packaging dan pengemasan juga ikut terpengaruh,” jelasnya.


Dengan kondisi ini, Saugi menyimpulkan, penurunan pengiriman brang akibat berlakunya PMK 199 tahun 2019 akan memukul perekonomian Batam secara keseluruhan.


Apalagi kondisi saat ini banyak investor sudah menutup pabrik di Batam. “Pengangguran akan menjadi ancaman serius di Batam” Negara Saudi yang mengklaim memiliki 1000 anggota.

uangan (PMK) Nomor 199 Tahun 2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor Barang Kiriman. Aturan ini berlaku mulai 30 Januari 2020. “Sejak aturan berlaku, pedagang online yang rata-rata usaha kecil menengah (UMK) kesulitan menjual produknya,” kata Ibu dari dua anak itu.


Diana merupakan satu dari ratusan orang atau mungkin ribuan orang yang berdagang online lewat media sosial atau e-commerce di Batam. Ada banyak pedagang lain seperti Diana, yang belakangan juga kesulitan menjual produk dagangannya.


Saugi Shabab, Ketua Batam Online Community (BOC), salah paguyuban pedagang online di Batam menyebutkan, ada ribuan pedagang yang kini menggantungkan hidupnnya dari perdagangan online.
Mereka berdagang dengan memanfaakan market place dan media sosial. “Saya khawatir, efek dari regulasi ini akan berdampak ke pertumbuhan ekonomi Batam. Karena mata rantai ekonominya tidak sederhana,” tegas Saugi

ity (BOC), salah paguyuban pedagang online di Batam menyebutkan, ada ribuan pedagang yang kini menggantungkan hidupnnya dari perdagangan online.
Mereka berdagang dengan memanfaakan market place dan media sosial. “Saya khawatir, efek dari regulasi ini akan berdampak ke pertumbuhan ekonomi Batam. Karena mata rantai ekonominya tidak sederhana,” tegas Saugi


Ada multi pihak yang terlibat langsung dalam mata rantai perdagangan online di Batam, mulai dari kelompok pemasok barang impor seperti; impportir, perusahaan kapal, bisnis gudang dan grosir. “Kabal terakhir, grosir dan importir sudah ada yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK),” ungkap Saugi.


Maka itu, Saugi memastikan, pemasok produk impor tersebut tak akan mengimpor lagi jika barangnya terserap. Akibatnya pelaku bisnis distribusi barang mulai dari pedagang online, agen ekspedisi jasa gudang kargo dan maskapai penerbangan juga bisa kehilangan pendapatan.


Kelompok bisnis lain yang ikut terkena apes adalah sektor transportasi, yang membawa dan memindahkan barang. Jasa transportasi ini mulai dari perusahaan penyewaan kendaraan sampai perusahaan penyewaan kendaraan sampai perusahaan otomotif yang menjual kendaraannya. “Perusahaan material packaging dan pengemasan juga ikut terpengaruh,” jelasnya.


Dengan kondisi ini, Saugi menyimpulkan, penurunan pengiriman brang akibat berlakunya PMK 199 tahun 2019 akan memukul perekonomian Batam secara keseluruhan.


Apalagi kondisi saat ini banyak investor sudah menutup pabrik di Batam. “Pengangguran akan menjadi ancaman serius di Batam” Negara Saudi yang mengklaim memiliki 1000 anggota.

Terkait masalah ini besok sudah menyatakan keberatan atas pemberlakuan PMk 199 Tahun 2019 tersebut ke Bea Cukai Batam dan ke badan pengusahaan kawasan perdagangan bebas dan Pelabuhan bebas Batam. Namun, Jarak Bea Cukai Batam maupun BP Batam tak bisa berbuat apa-apa , Karena pembuat regulasinya ada di Menteri Keuangan.

“Sekarang kami menganggur, tapi kami ini mau kerja apa ? Jangan kerja Sudah tak ada di Batam karena investor sudah banyak yang kabur,” ungkap Diana.

Saugi Maupun Diana jadinya tak keberatan dengan adanya PMK 199 tahun 2019 tersebut. Yang menjadi keluhan mereka adalah, besaran barang yang dikenai bea masuk terlalu rendah, US$ 3. Sehingga, untuk yang mereka jual harus bayar bea masuk, PPN dan PPh. Maka itu VOC meminta, batasan harga kena bea masuk direvisi lagi atau dinaikkan, setidaknya menjadi US$ 35.

Jika batas harga barang terkena bea masuk naik menjadi US$ 35, Pelaku UKM bisa leluasa Lagi menjual produk dagangannya. Sebagai perbandingan saja, Thailand memberlakukan batas harga barang terkena bea masuk sebesar US$ 28, Adapun Malaysia menerapkan batas harga barang terkena bea masuk sebesar US$ 120.

Terkait permintaan bawah ini, Deni Surjantoro, Kepala Sub Direktorat jenderal bea dan cukai, Pihaknya akan mengajak lembaga dan kementerian lain berembuk dan membahasnya. “Karena tujuan aturan itu akan tetapi untuk melindungi industri dalam negeri dari serbuan produk impor.” jelas Deni.

Dengan pembayaran bea masuk, PPN dan PPh atas semua produk impor maka produk dalam negeri akan mendapat perlakuan yang sama dengan produk impor.

Asal tahu saja, produk dalam negeri juga membayar bea masuk untuk mendatangkan bahan baku serta membayar PPN dan PPh untuk produksi. “Dengan cara begini persaingannya menjadi lebih adil toh,” kata Deni.

Hubungan terhadap PMK 199 tahun 2019 juga disampaikan pengusaha e-commerce. Alasannya regulasi tersebut bisa menurunkan impor dan meningkatkan penjualan produk dalam negeri. “Substitusi Impor terjadi karena kebijakan ini,” kata William Tanuwijaya, Marketplace Tokopedia.

Dalam pandangan William, beleid yang dirilis oleh kementerian keuangan itu akan memberikan level playing Field (persaingan setara) Produsen dan pedagang dalam negeri menghadapi serbuan produk impor.

Namun, Hariyadi sukamdani, ketua umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai, PMK 199 tahun 2019 tetap menimbulkan masalah, terutama bagi UKM di Batam yang selama ini diuntungkan oleh regulasi sebelumnya. selama ini, pedagang online di Batam terbiasa berjualan tanpa bea masuk PPN dan PPh saat mengirim barang ke sejumlah daerah. ketika terjadi perubahan dan mereka harus membayar pungutan, tentu akan menimbulkan masalah.

Maka itu, Haryadi menghitung, pendapatan UKM di Batam akan turun pasca berlakunya Aturan ini. “Potensi penurunan Jualan barang impor ini bisa saja terjadi namun saya tidak tahu berapa persen. Tapi, importir masih bisa memasukkan barang dan harus membayar bea masuk, PPN dan juga membayar PPh,” jelas Haryadi.

Merujuk data Apindo, tahun 2019 lalu terdapat sekitar 45 juta paket barang yang keluar dari Batam menuju daerah lain di Indonesia. Artinya, dalam sehari ada sekitar 123.287 paket yang keluar dari wilayah Batam. Selama ini, paket tersebut melenggang masuk pesawat kargo tanpa melewati pos verifikasi pembayaran bea masuk, PPN da PPh.

Namun, Karena PMK 199 tahun 2019 sudah berlaku mulai 30 Januari 2020, maka paket tersebut harus melewati verifikasi dan pemeriksaan terlebih dahulu. Tujuannya untuk menghitung nilai bea masuk, PPN dan PPh yang dibayarkan sebelum paket dikirim. “Proses pemeriksaan paket itu ternyata memakan waktu yang lama, karena mereka harus periksa satu-satu,” kata Saugi.

Ada banyak hal yang harus dipastikan oleh pihak Bea Cukai sebelum barang tersebut terbang dengan pesawat kargo. Pertama , produk dan manifest barangnya sudah sesuai dengan yang dikirim. Kedua, besaran bea masuk dan pajak yang dibayarkan juga mesti sesuai. “Jika ada yang salah atau berbeda, akan dikembalikan oleh petugas,” kata Deni.

Proses verifikasi inilah yang memakan waktu. Alhasil, banyak pedagang online di Batam mengeluh penerapan regulasi yang tak didukung oleh sumber daya yang memadai. “Padahal sudah bayar bea masuk dan pajak, tapi barang nya telat sampai ke konsumen,” kata Saugi.

Keluhan pedagang atas keterlambatan pengiriman paket ke luar dari batam ini bisa dilacak di akun Instagram Bea Cukai Batan. Ada banyak komplain terkait pengiriman paket yang mencapai belasan hari.
Sehingga, kerugian akibat beleid anyar itu tidak hanya dirasakan pedagang online di Batam saja, melaikan juga kepada konsumennya. “Ini bukti Bea Cukai tidak siap,” ungkap Saugi.


Terkait keluhan pedagang tersebut, Deni bilang akan melakukan pengecekan ke Bea Cukai Batam. Deni menyebut, semua prosedur verifikasi yang mereka lakukan sama sekali tidak ada perbedaan dengan sebelumnnya, Hanya saja, prosedur sekarang lebih detail untuk menyesuaikan fisik barang, harga barang dan tarif pajaknya.


Selain masalah keterlambatan pengiriman barang Batam, Saugi juga menyoroti potensi penyelundupan barang dari Batam ke wilayah di Indonesia lainnya. Mengingat besarnya tarif bea masuk dan pajak yang mesti dibayar, ada peluang bagi pihak tertentu memanfaatkannya dengan melakukan penyelundupan. Kondisi ini didukung oleh banyaknya pelabuhan tikus yang menghubungkan Batam dengan daerah pesisir di Sumatera. “Penyelundupan akan terjadi, karena saat ini banyak barang susah ke luar Batam,” kata Saugi.


Untuk Antisipasi aksi penyelundupan tersebut, petugas Bea Cukai akan koordinasi dengan pihak terkait. “Kami pasti antisipasi dengan penguat lewat pemetaan titik-titik rawan, meningkatkan kegiatan intelijen, sinergi dengan lembaga lain termasuk koordinasi dengan otoritas pabean negara tetangga,” Kata Deni.


Sumber : Tabloid Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only